Kamis, 30 Desember 2010

Dirut PLN : PLTA Peusangan untuk Kebutuhan Listrik di Gayo

Mon, Dec 20th 2010, 11:25


Direktur Utama PT PLN Pusat, Dahlan Iskan (paling kiri) mendengar penjelasan dalam ekpos aspek teknis PLTA Peusangan I dan II dari seorang Konsultan Nippon KOI Jepang di Objek Wisata Pantan Terong, Takengon, Aceh Tengah, Sabtu (18/12). Dahlan Iskan bersama dengan para direktur dan General Manager (GM) PT PLN meninjau kesiapan Proyek PLTA Peusangan I dan II di Takengon sebelum dimulainya pembangunan fisik pada Februari 2011. PLTA Peusangan I dan II diperkirakan mampu menghasilkan daya listrik 86 hingga 88 megawatt (MW). SERAMBI/JALIMIN


TAKENGON - Sebagian besar energi listrik yang dihasilkan oleh Perusahaan Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan I dan Peusangan II di Takengon akan dipasok untuk kebutuhan listrik di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Dahlan Iskan dalam pertemuan dengan pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah di Takengon, Sabtu (18/12) malam.

Dikatakan Dahlan, pemerintah pusat sangat serius membangun pembangkit listrik tenaga air di Aceh Tengah guna mengatasi krisis listrik di daerah dingin tersebut. Selama ini, katanya, kebutuhan energi listrik di dataran tinggi Gayo dipasok melalui jaringan interkoneksi dari Medan Sumatera Utara. “Setelah PLTA Peusangan beroperasi, maka energi listrik yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan warga Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah,” katanya.

Berbeda dengan PLTA Asahan, Sumatera Utara, kata Dahlan, energi listrik yang dihasilkan tidak dapat dinikati oleh masyarakat setempat, sedangkan pembangkit listrik Peusangan I dan PLTA Peusangan II Takengon diperioritaskan terlebih dahulu untuk kepentingan masyarakat setempat. “PLTA Peusangan I dan Peusangan II akan memberikan perioritas kebutuhan listrik di dataran tinggi Gayo,” ujar Dahlan Iskan.

Kelebihan energi listrik yang dihasilkan pada PLTA Peusangan I dan Peusangan II, katanya, akan disalurkan melalui Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) ke jaringan trans Sumatera dari Gardu Induk (GI) di Takengon ke Kabupaten Bireuen dan melintasi Kabupaten Bener Meriah.

“Insya Allah, PLN sendiri sudah siap, mulai bulan Februari mendatang, kita telah mulai mengerjakan pembangunan fisik PLTA Peusangan I dan II yang menghasilkan tegangan arus listrik bagi kebutuhan daerah ini,” jelas Dirut PT PLN itu.

Sebelumnya, pada acara temu ramah dengan unsur Muspida plus Pondok Laguna Kota Takengon, Direktur Perencaan dan Teknologi PT PLN Persero, Nasri Sebayang menyebutkan, PT PLN yang didukung pendanaan oleh Japan Bank International Coorporation (JBIC) dan Konsultan teknis Nippon KOI Jepang akan terus melanjutkan proyek PLTA Peusangan I dan II yang sempat tertunda 10 tahun, akibat konflik Aceh.

Nasri mengatakan, bila pembangunan fisik PLTA Peusangan I dan Peusangan II sudah rampung, diperkirakan dapat menghasilkan daya sebesar 86-88 mega watt (MW) yang dihasilkan oleh dua turbin.

Daya yang dihasilkan itu, nantinya akan dialirkan ke Kota Takengon dan sebagian akan dialirkan melalui jaringan tegangan tinggi (SUTT) 150 KV menuju Kabupaten Bireuen untuk disambung (koneksi) ke sistem trans Sumatera dan sebagiannnya masuk kembali lagi ke Kabupaten Aceh Tengah. “Dengan selesainya Proyek PLTA Peusangan I dan II, maka kita harapkan di dua Kabuapten Aceh Tengah dan Bener Meriah akan surplus energi listrik,” katanya.

Nasri mengharapkan dukungan penuh warga Aceh Tengah untuk menjaga ekosistem Danau Laut Tawar dan daerah aliran sungai (DAS) Peusangan, sehingga debit air Sungai Peusangan sebagai pemutar turbin selalu mencukupi. “Dengan memelihara hutan dan menjaga keseimbangan lingkungan, maka DAS Peusangan akan bisa hidup beribu-ribu tahun lagi,” ujar Nasri Sebayang.

Sementara itu, Bupati Aceh Tengah, Nasaruddin mengatakan, seluruh elemen masyarakat sangat mendukung penyelesaian pembangunan PLTA Peusangan I dua Peusangan II, bahkan proyek pengadaan energi lisrik tersebut sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Gayo.

“Kebutuhan energi listrik semakin hari semakin bertambah, sedangkan pasokan listrik terbatas. Bila pembangkit energi listrik tidak dibangun di tempat kita, maka dalam beberapa tahun ke depan, kita akan sulit mendapatkan pasokan energi listrik ke rumah warga, “ ungkap Nasaruddin.

Hal yang sama dikatakan Wakil Bupati Bener Meriah H Sirwandi Laut Tawar SmIk SSos. Selama ini, katanya, masyarakat selalu mengeluhkan tentang pelayanan listrik, karena hampir dalam setiap harinya aliran listrik itu sering terputus. “Intinya, kita akan dukung semua pembangunan listrik untuk kepentingan masyarakat umum,” kata Sirwandi Laut Tawar.

Dalam kunjunganya di Aceh Tengah, Dahlan Iskan mengunjungi lokasi Proyek PLTA Peusangan di Kampung Bale, Kecamatan Lut Tawar, Kampung Sanihen Kecamatan Silih Nara dan objek wisata Pantan Terong. Ia didampingi oleh Direktut Perencanaan dan Teknogi Nasri Sebayang, GM Sumatera I Sulaiman Daud, GM Aceh Zulkifli, GM Pembangkit Listrik Jaringan (Pikitring) Bintatar Hutabarat dan GM Sumbar Muhammad Ari Jaya Pahlawan.(min)

Sumber : Serambinews.com

PLTA Peusangan Dibangun Kembali Januari 2011

Sun, Dec 19th 2010, 10:29

BIREUEN - Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan, yang mulai dibangun pada 1997 dan akhirnya terhenti akibat konflik Aceh, dilaporkan akan dibangun kembali pada Januari 2011 tahun depan. PLTA yang akan menghasilkan tenaga listrik sebesar 84 megawatt (MW) itu diharapkan sudah dapat dioperasikan pada 2014.

Hal itu disampaikan Dirut PLN Dahlan Iskan dalam kunjungan kerjanya ke Kantor PLN Ranting Bireuen, sekaligus melakukan penanaman pohon penghijauan di lingkungan kantor itu, Sabtu (18/12). “Upaya membangun kembali PLTA Peusangan itu kita maksudkan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, khususnya di wilayah tengah Aceh dan sekitarnya,” katanya.

Dikatakannya, PLTA Peusangan yang berlokasi di Desa Angkop, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, yang sempat terhenti pengoperasiannya sejak 12 tahun lalu akibat konflik Aceh, akan dikerjakan pada Januari 2011 mendatang. “Proyek yang akan menghasilkan energi listrik berkapasitas 84 MW itu, kita harapkan selesai dan bisa dioperasikan pada 2014,” ujar Dahlan Iskan.

Menurut Dirut PLN itu, kebutuhan listrik di Aceh sebesar 250 MW masih dipenuhi pasokan dari Sumatera Utara. Sedangkan pembangkit listrik yang ada di Meulaboh dengan kapasitas 200 MW yang sedang dalam proses pembangunan, diharapkan nantinya dapat mengatasi kebutuhan listrik di Aceh, ditargetkan Maret 2012 sudah dapat beroperasi.

“Hari ini (kemarin red), kami akan meninjau PLTA Peusangan yang sudah 12 tahun tidak bisa hidup. Rencananya akan dikerjakan kembali Januari tahun depan dan diharapkan dapat dioperasikan pada 2014 nanti,” ujar Dahlan Iskan.

Dalam kesempatan itu, Dahlan juga meminta wartawan untuk terus mengkritik PLN, sehingga menjadi bahan evaluasi untuk peningkatan kinerja PLN. Termasuk pembangunan sejumlah pembangkit listrik yang dilaksanakan di Aceh. “Kalau terus ditulis di media tentu akan lebih cepat selesai,” ujarnya sambil tertawa disambut puluhan tamu di lobi loket pelayanan PLN Ranting Bireuen, kemarin.

Pertemuan Dirut PLN yang didampingi Manager PLN Wilayah Aceh di Bireuen, berlangsung dalam suasana penuh keakraban. Sebagai bentuk apresiasi, Dahlan Iskan memberikan jaket yang dipakainya kepada Umar Hamzah, yang merupakan petugas paling giat di kantor PLN Ranting Bireuen sebagai kenang kenangan darinya.

“Ini kenang kenangan yang saya beli di London, tapi hari ini saya berikan untuk Pak Umar ya,” serunya yang selanjutnya langsung meninggalkan kantor PLN setempat untuk berangkat ke Takengon bersama sejumlah rombongan lainnya.(c38)

Sumber : Serambinews.com

Lintas Bireuen-Takengon Terancam Putus

Belasan Titik Rawan Longsor
Sat, Dec 18th 2010, 10:28


Salah satu titik longsor di lintasan Bireuen-Takengon, Km 24-25 dikhawatirkan semakin meluas dan mengancam keselamatan pengguna jalan. Foto direkam Jumat (17/12). SERAMBI/YUSMANDIN IDRIS


BIREUEN Di ruas jalan nasional Bireuen Takengon hingga Jumat (17/12) kemarin masih terdapat belasan titik yang berbahaya bagi pengguna jalan, karena kondisinya nyaris longsor. Bila kondisi ini tak segera ditangani serius, maka hubungan darat dari dan ke Takengon bakal terganggu oleh longsor beruntun. Beberapa pengendara sepeda motor maupun mobil kepada Serambi, Jumat (17/12) kemarin mengatakan, mulai dari Km 17 sampai Km 29 terdapat beberapa ruas jalan yang mengecil karena digerus air perbukitan. Di samping itu, beberapa titik badan jalan mulai jatuh sedikit sehingga tak lagi sejajar dengan badan jalan utama dan di beberapa bagian bawah jalan membentuk ceruk seperti gua.

“Kalau pengendara tidak mengetahui keadaan ini dan roda kendaraan melintasi aspal yang di bawahnya sudah digerus air, maka akan menjadi malapetaka. Keadaan rawan longsor seperti ini terlihat di Km 24 25,” kata Musnadi, sopir truk colt diesel yang sedang membawa sembako ke Takengon, ibu kota Aceh Tengah. Menurutnya, bukan saja di Km 24 25, tapi bahkan sejak dari Km 17 hingga ke Cot Panglima pun ruas jalan tersebut sangat berbahaya bagi pengendara. Apalagi sekarang musim hujan, akibatnya tanah labil, sehingga peluang terjadinya longsor makin tinggi.

Musnadi dan sopir lainnya yang sedang memperbaiki kendaraan di kawasan itu kemarin mengatakan, dulu lebar jalan masih leluasa untuk dilalui serentak oleh dua kendaraan yang berlainan arah. Tapi sekarang, karena lebar jalan yang tersisa jadi sempit, sehingga pengendara harus ekstrahati-hati saat melintas. Kalau ada kendaraan yang berpapasan, satu di antaranya harus berhenti dulu guna menghindari jangan sampai ada kendaraan yang jatuh ke jurang. Masalah lain, katanya, dari Km 17 hingga Km 32, masih terdapat sejumlah tikungan patah yang lebarnya mengecil, sehingga dikhawatirkan terjadi kecelakaan lalu lintas (laka lantas). Ironisnya lagi, di bagian bawah badan jalan yang menurun itu digerus air pula, sehingga makin riskan dilalui kendaraan bermuatan berat.

Secara kasat mata, kata Musnadi, titik yang rawan longsor terdapat di dua tempat pada Km 16 17. Selain itu, terdapat lagi di Km 19 20 dan Km 21 22. Kondisi yang lebih parah terlihat di Km 23 24. Di sini terdapat tiga titik rawan longsor. Pada Km 24 25 kondisinya justru lebih berbahaya lagi, karena tebing di sebelah kiri jalan longsor akibat digerus air perbukitan.

Sudah longsor
Beberapa pengendara roda dua lainnya menyebutkan, sebagian badan jalan di kawasan itu malah sudah longsor dan sangat mengganggu arus lalu lintas ke Dataran Tinggi Gayo. “Kami terkejut melihat badan jalan sudah ambruk walaupun masih bisa dilalui asalkan dengan sangat hati hati. Namun bila tidak ditangani serius, maka kerusakan ruas jalan ini makin lebar,” kata Saiful, pemuda yang hendakberangkat ke Takengon kemarin. Para pengendara menambahkan, perbaikan dan pelebaran jalan yang dilakukan sekarang dimulai dari Kota Bireuen hingga saat ini belum tembus ke Cot Panglima. Batas pengerjaannya baru dilakukan hingga Km 16. “Pelebaran memang ada, tapi belum seluruhnya. Kami harapkan pekerjaan perbaikan tidak sampai di situ saja,” katanya.

Persoalan serius muncul apabila ada pengendara yang melintasi kawasan ini pada malam hari atau saat sedang hujan. Selain jalan kian sempit, terdapat pula belasan titik yang licin dan rawan longsor, sehingga berpeluang menelan korban bila tak hati hati berkendara. Para sopir truk dan minibus L-300 mengharapkan adanya perhatian serius dari pemerintah untuk segera menangani ruas jalan dari Bireuen ke Takengon yang rawan bahaya itu. (yus)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 29 Desember 2010

YLI Tanam 216.840 Pohon di Aceh Tengah

Thu, Dec 16th 2010, 11:37

TAKENGON - Yayasan Leuser Internasionam (YLI) atas bantuan New Zealand’s International Aid and Development Agency (NZAID) menanam sebanyak 216.840 batang pohon penghijauan di Aceh Tengah. Tanaman yang ditanam antara lain Sengon, Mahoni, Mindi, Pinus, Alpukat, Durian, dan Coklat.

Project Leader Progran Perlindungan DAS di Provinsi Aceh YLI, Dr Ir Syahrul MSc saat melakukan penamaman lahan kritis di Kampung Pedekok, Kecamatan Pegasing Aceh Tengah, Selasa (14/12) mengatakan, dari 216.840 batang pohon yang direncanakan itu, sebanyak 65 persen lebih sudah selesai ditanam dan sedang dalam perawatan oleh kelompok masyarakat di daerah itu.

Panaman pohon itu melibatkan kelompok masyaralat sekitar yang bersentuhan langsung dengan daerah tangkapan air yang berada di seputar hulu DAS Peusangan dan DAS Jambo Aye. Penanaman pohon penghijauan itu dihadiri Bupati Aceh tengah, Ir H Nasaruddin MM dan sejumlah kepala dinas.

Syahrul yang didampingi Forestry Offecer Program Perlindungan DAS, Ir Bustami menyebutkan, pada tahap pertama, program Perlindungan DAS di Aceh meliputi dua wilayah yakni Kabupaten Aceh Tengah yang berada pada bagian hulu DAS Peusangan dan Kabupaten Bener Meriah di hulu DAS Jambo Aye.(min)

sumber : Serambinews.com

Selasa, 07 Desember 2010

Delapan Pejabat Eselon II di Aceh Tengah Diganti

* Posisi Kadis Kesehatan Kosong
Fri, Dec 3rd 2010, 11:29

TAKENGON - Bupati Aceh Tengah, Ir H Nasaruddin MM kembali merombak kabinetnya, Kamis (2/12). Dari 110 pejabat yang terkena gelombang mutasi, delapan orang di antaranya kepala dinas (kadis). Sementara dua orang lainnya diperbantukan pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Aceh Tengah.

Keduanya adalah dr Aliyin yang sebelumnya menduduki Kepala Dinas Kesehatan Aceh Tengah, dan Drs Zulkifli Rahmat MM yang selama ini sebagai Staf Ahli Bupati Aceh Tengah. Posisi Kadis Kesehatan Aceh Tengah yang selama ini ditempati oleh dr Aliyin dibiarkan kosong.

Pelantikan para pejabat tersebut dilakukan oleh Wakil Bupati Aceh Tengah, Drs Djauhar Ali berdasarkan Keputusan Bupati Aceh Tengah Nomor: 821/386/BKPP/2010 tgl 24 November 2010.

Delapan pejabat eselon II yang dimutasi masing-masing Kapala Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang selama ini ditempati Drs Amir Hamzah MM dialihkan kepada Drs Taufik MM yang sebelumnya sebagai Kadis Pendidikan Aceh Tengah. Smentara Drs Amir Hamzah MM menjadi staf ahli bupati Aceh Tengah bidang ekonomi keuangan dan pembangunan.

Kepala BKPP Aceh Tengah ditempati Drs Rijaluddin MM menggantikan Drs Nasaruddin yang dilantik menjadi Kadis Pendidikan yang ditinggalkan Drs Taufik MM. Sedangkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) diisi oleh Harun Manzola SE MM menggantikan Drs Tgk Albar yang dimutasikan menjadi Kadis Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Aceh Tengah.

Kemudian, Adiyan SE dari Staf Ahli Bupati Aceh Tengah bidang Kemasyarakat dan Sumberdaya Manusia dilantik menjadi Kepala Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan menggantikan drh Marwan Daud yang pensiun.

Drs Alam Syuhada MM dari Kabag Umum Setdakab Aceh Tengah menjadi staf ahli bupati bidang Kemasyarakatan dan SDM. Drs Muhammad Syukri MPd dari staf ahli bupati Aceh Tengah menjadi Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setdakan Aceh Tengah.

Dua tenaga pendidikan dilantik menjadi camat masing-masing M Yusuf SPd (Kasi Kepala Sekolah Dinas Pendidikan Aceh Tengah) dilantik menjadi Camat Bies, dan Drs Mursalin (Kasi Dayah Dinas Pendidikan Aceh Tengah) menjadi Camat Celala.

Tak cermat
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah, Bardan Sahidi, mengatakan, setiap mutasi pejabat daerah ini, Baperjakat setempat tidak cermat mengkaji latar belakang dan rekam jejak (track record) calon pejabat tertentu untuk menduduki jabatan, apalagi untuk jabatan teknis. “Seharusnya memperhatikan kepatutan dan kelayanakan (fit and profer test) serta latar belakang pendidikan serta rekam jejak prestasi kerja,” katanya.

Dicontohkannya, untuk jabatan dua orang camat di Kabupaten Aceh Tengah yang berlatar belakang sebagai guru. Menurutnya, pengangkatan guru menjadi camat telah mengabaikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tentang Kecamatan. Pada pasal 25 PP itu menyebutkan, camat haruslah menguasai ilmu pemerintahan yang dibuktikan dengan ijazah diploma dan atau sarjana pemerintahan, pernah bertugas di desa/kelurahan atau kecamatan paling singkat dua tahun.

“Seharusnya, untuk mencari camat tidak mengambil dari tenaga kependidikan, karena Aceh Tengah masih kekurangan guru, sementara tanaga pamong masih banyak yang belum memiliki kesempatan,” ujar Bardan Sahidi, politis PKS itu.

Warga Aceh Tengah, Irvan Rasyid menyebutkan, proses mutasi yang digulir Bupati Aceh Tengah saat ini banyak melanggar aturan dan bidang keahlian. Sebagai contoh, Kadis Kesehatan Aceh Tengah dibiarkan kosong, padahal masalah kesehatan merupakan kebutuhan vital masyarakat, selain kebutuhan pendidikan.

“Saya menilai proses mutasi di lingkungan Setdakab Aceh Tengah kali ini kurang profesioanal dan tidak sesuai dengan tuntutan organisasi,” ujar Irvan Rasyid.(min)

sumber : Serambinews.com

Senin, 06 Desember 2010

Jalan Bintang-Serule Sulit Dilalui

Thu, Dec 2nd 2010, 10:57

TAKENGON - Ruas jalan eks KKA dari Kampung Serule menuju ibu kota Kecamatan Bintang, Aceh Tengah sepanjang 24 kilometer rusak sehingga menyulitkan warga melintasinya. Masyarakat Serule, meminta pemerintah setempat, maupun pihak Pemerintah Provinsi Aceh segera memperbaikinya.

Safaruddin, seorang warga Kampung Serule, kepada Serambi, Rabu (1/12) mengatakan, kondisi ruas jalan Bintang-Serule, sepanjang 24 kilometer yang merupakan jalan eks KKA, sudah semakin rusak dan sangat sulit dilalui. Ruas jalan itu melintasi beberapa kampung lain seperti Kampung Dedamar, Jamur, dan Kampung Atu Payung.

“Jalan yang dilalui masyarakat itu merupakan ruas jalan eks KKA, namun saat ini jangankan dengan mobil dengan sepeda motor saja sudah sulit dilalui,” kata Safaruddin.

Akibat rusaknya jalan tersebut, kata Safaruddin, ongkos transportasi menuju Kampung Serule dari Bintang mencapai Rp 40 ribu per orang. “Kami mengharapkan pemerintah memperhatikan masyarakat yang tinggal di Kampung Serule. Permintaan kami agar jalan Bintang Serule bisa segera diperbaiki,” sebutnya.

Camat Bintang, Sarwa Jalami yang dihubungi Serambi menyebutkan, pihaknya telah mengusulkan kepada pemerintah kabupaten maupun Provinsi Aceh untuk perbaikan ruas jalan Bintang-Serule. “Pihak kecamatan telah mengusulkan untuk jalan itu segera diperbaiki. Namun, untuk realisasinya kami juga belum tahu,” ungkap Camat Bintang ini.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 23 November 2010

Linge Cocok Jadi Pusat Budidaya Ternak

Sat, Nov 20th 2010, 10:41


Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh Ir Mursyid berdialog dengan seorang peternak di Kompleks Peternakan Ketapang II, Kecamatan Linge, Aceh Tengah, Kamis (18/11). Guna pengembangan dan budidaya sapi Bali, Pemkab Aceh Tengah membangun Kompleks Peternakan Ketapang I dan Ketapang II dan masing-masing dihuni oleh 100 kepala keluarga (KK) peternak. SERAMBI/JALIMIN

TAKENGON - Kecamatan Linge, Aceh Tengah, yang berada pada ketinggian 600 hingga 800 meter dari permukaan laut (dpl), dinilai sangat cocok dijadikan sebagai pusat budidaya dan pengembangan ternak. Kawasan ini juga memiliki padang rumput yang cukup luas yang terbentang mulai dari Kampung Isaq Kecamatan Linge hingga Kampung Ise-Ise yang berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues.

“Kawasan ini sangat cocok dijadikan lahan pengembalaan dan pakan ternak. Apalagi suhu udaranya lebih panas dari daerah lain di Kabupaten Aceh Tengah,” kata Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh, Ir Mursyid, Kamis (18/11) saat berkunjung ke Kampung Waq, Kecamatan Linge, Aceh Tengah.

Mursyid mengatakan, pembudidayaan ternak sebenarnya sudah dilakukan oleh masyarakat Linge sejak puluhan tahun lalu. Namun beberapa tahun terakhir, produksinya semakin menurun, sehingga perlu digalakkan kembali.

Di Takengon sendiri, potensi pasar ternak ini cukup menjanjikan. Untuk kambing, Mursyid menyebutkan, kebutuhan per harinya sebanyak 5 ekor untuk dan bila dikalikan setahun berarti 1.800 ekor. Kambing-kambing tersebut hanya untuk kebutuhan rumah makan kari kambing saja.

Sementara untuk kerbau, kebutuhan mencapai 2 ekor per harinya dan bila dikalikan setahun berarti lebih dari 350 ekor kerbau yang dibutuhkan. “Bila dilihat dari kebutuhan tersebut, maka peluang pasarnya sangat tinggi dan itu harus direbut oleh masyarakat Kecamatan Linge,” tandasnya.

Selama ini, dia menambahkan, kebutuhan kambing di Kabupaten Aceh Tengah masih dipasok dari Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara. Baik untuk kebutuhan sehari-hari, maupun kebutuhan meugang dan qurban hari raya Idul Adha.

Karena itu, ia mengajak masyarakat Kecamatan Linge untuk meneruskan pembudidayaan ternak tersebut, dan bukan tidak mungkin, Kecamatan Linge akan menjadi sentra penghasil daging kerbau, kambing, bahkan daging sapi di Aceh.

Mursyid juga menyatakan dukungannya terhadap program Pemkab Aceh Tengah yang membangun Komplek Peternakan Terpadu Ketapang I dan Ketapang II. Namun dia mengharapkan program pengembangan sapi Bali itu harus didukung oleh semua dinas dan instansi teknis yang ada di Aceh Tengah.

Dalam kunjungan reses ke Kabupaten Aceh Tengah itu, selain meninjau kawasan Peternakan Ketapang I dan Ketapang II, Mursyid juga meninjau sejumlah organisasi pengajian Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), sejumlah masjid dan memberikan bantuan baju bagi klub-klub kesenian didong di Kecamatan Linge, Aceh Tengah.(min)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 22 November 2010

Oktober 2010, Realisasi PBB 24 Persen

Tue, Nov 23rd 2010, 11:29

TAKENGON-Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kabupaten Aceh Tengah sanga minim, bahkan hingga akhir Oktober 2010, pencapaian masukan dari PBB baru mencapai 326 juta atau 24 persen dari target penerimaan sector PBB sebesar Rp 1,3 miliar.

Penerimaan PBB sebesar itu mencakup peerimaaan dari perkotaan maupun perdesaan pada 14 kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah. Penerimaan PBB sebesar 24 persen ini sangat minim, sementara tahun anggaran 2010 hanya tersisa sebulan lagi.

Minimnya penerimaan PBB Aceh Tengah diungkapkan bupati Ir H Nasaruddin MM pada Rapat Evaluasi PBB tahun 2010, Sabtu (20/11) di Gedung Olah Seni (GOS) Takengon. Dikatakan, penerimaan PBB tersebut dikumpulkan dari 295 kampung dari 14 kecamatan di daerah tersebut.

Untuk mengejar target penerimaan PBB tersebut, kata Nasaruddin, diperlukan upaya keras kepala dinas, camat dan para kepala kampung (keuchik) untuk melakukan terobosan secara gencar menagih setoran PBB dari warga.

Ia mengatakan, dari target penerimaan PBB untuk tahun 2010 sebesar Rp 1,3 miliar baik perkotaan maupun pedesaan, namun realisasinya sampai bulan Oktober 2010 sangat minim, baru mencapai 24 persen saja atau sebesar Rp 326 juta. Untuk itu diperlukan suatu strategi dan kerjasama yang padu antara petugas di lapangan guna peningkatan realisasi PBB, baik pada tingkat kecamatan maupun kampung.

“Ini merupakan tugas berat pada kepala kampung untuk menggenjot realisasi PBB Aceh Tengah tahun ini,” ujar Nasaruddin di hadapan ratusan keuchik dan sekretaris desa (sekdes) di daerah itu.

Bupati Nasaruddin mengatakan, bila Kabupaten Aceh Tengah mampu mengumpulkan pajak sesuai target Rp 1,3 miliar, maka pemerintah pusat akan memberikan intensif yang lebih besar dari nilai pajak yang dikumpulkan. Namun, intensif tidak diberikan kepada perorang, tetapi masuk ke dalam Belanja Daerah Kabupatem Aceh Tengah.

Kepala Kanwil Dirjen Pajak Provinsi Aceh yang diwakili Kabid Intelijen, Penyidikan, Pemeriksaan dan Penagihan Pajak, Ramdanu Martis SE Ak MM yang hadir pada rapat evaluasi itu mengatakan, Kabupaten Aceh Tengah termasuk penyetor pajak yang paling rendah dari seluruh Aceh.

Menurut data Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DKKD) Aceh, hanya sebesar 24 persen yang disetor melalui DPKKD Aceh Tengah, sedangkan 10 persen lainnya disetor langsung oleh wajib pajak itu sendiri sehingga jumlah setoran pajak seluruhnya mencapai 34 persen.

Martis menujukkan perbandingan, hingga Oktober 2010 penerimaan PBB di Kabupaten Bireuen teleh mencapai 46 persen, Bener Meriah (72,5), Pidie Jaya (51, sedangkan penerimaan PBB di Aceh Tengah hanya saja. Dari peneriman PBB sebesar Rp 326 juta itu, penerimaan dari perkotaan di Aceh Tengah hanya 20 persen, sedangkan pedesaan mencapai 69 persen.

Dijelaskan Martis, untuk menambah kas pembangunan daerah, maka target pajak harus terpenuhi, dengan terpenuhinya target PBB ituk, maka pemerintah pusatn akan memberikan intensif untuk daerah yang bersangkutan, namun bila tidak mecapai target, maka daerah bersangkutan tidak mendapat intensif.

Sesuai dengan UU Nomor 28 tahun 2009 menetapkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan pajak daerah dan restribusi daerah yang dikelola oleh DPPKD kabupaten/kota langsung dijadikan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk itu, katanya, kepada para kepala kampung dan sekretaris kampung yang hadir, Martis mengharapkan agar dapat terus memberikan pemahaman kepada warga masyarakat agar bijak dan taat pajak, sebagaimana ungkapan yang kerab didengungkanselama ini. “Orang Bijak Taat Pajak”, ujar tandas Martis.

Sebelumnya Kadis Pengelolaan Keuangan dan Kekayaaan Daerah (DPKKD Aceh Tengah yang diwakili Kabid Pendapatan, Jumadil NK SSos MM mengatakan, untuk meningkatkan perolehan sektor pajak khusus PBB perkotaan dan pedesaan, pihaknya telah menempuh berbagai upaya diantaranya memperpanjang penundaan jatuh tempo SPPT PBB, melalukan sosialiasi perpajakan yang bekerjasama dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bireuen.

Dikataknnya, pengelolan pajak yang akan diserahkan pengelolaannya ke daerah adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2011. Sementara untuk PBB akan diserahkan kepada kabupaten/kota paling lambat tahun 2014, berbeda dengan zaman dahulu, semua hasil perolehan pajak menjadi pendapatan negara, setelah melalui proses, maka sebagian besar dikembalikan untuk pendapatan daerah.(min)

sumber : Serambinews.com