Selasa, 23 November 2010

Linge Cocok Jadi Pusat Budidaya Ternak

Sat, Nov 20th 2010, 10:41


Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh Ir Mursyid berdialog dengan seorang peternak di Kompleks Peternakan Ketapang II, Kecamatan Linge, Aceh Tengah, Kamis (18/11). Guna pengembangan dan budidaya sapi Bali, Pemkab Aceh Tengah membangun Kompleks Peternakan Ketapang I dan Ketapang II dan masing-masing dihuni oleh 100 kepala keluarga (KK) peternak. SERAMBI/JALIMIN

TAKENGON - Kecamatan Linge, Aceh Tengah, yang berada pada ketinggian 600 hingga 800 meter dari permukaan laut (dpl), dinilai sangat cocok dijadikan sebagai pusat budidaya dan pengembangan ternak. Kawasan ini juga memiliki padang rumput yang cukup luas yang terbentang mulai dari Kampung Isaq Kecamatan Linge hingga Kampung Ise-Ise yang berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues.

“Kawasan ini sangat cocok dijadikan lahan pengembalaan dan pakan ternak. Apalagi suhu udaranya lebih panas dari daerah lain di Kabupaten Aceh Tengah,” kata Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh, Ir Mursyid, Kamis (18/11) saat berkunjung ke Kampung Waq, Kecamatan Linge, Aceh Tengah.

Mursyid mengatakan, pembudidayaan ternak sebenarnya sudah dilakukan oleh masyarakat Linge sejak puluhan tahun lalu. Namun beberapa tahun terakhir, produksinya semakin menurun, sehingga perlu digalakkan kembali.

Di Takengon sendiri, potensi pasar ternak ini cukup menjanjikan. Untuk kambing, Mursyid menyebutkan, kebutuhan per harinya sebanyak 5 ekor untuk dan bila dikalikan setahun berarti 1.800 ekor. Kambing-kambing tersebut hanya untuk kebutuhan rumah makan kari kambing saja.

Sementara untuk kerbau, kebutuhan mencapai 2 ekor per harinya dan bila dikalikan setahun berarti lebih dari 350 ekor kerbau yang dibutuhkan. “Bila dilihat dari kebutuhan tersebut, maka peluang pasarnya sangat tinggi dan itu harus direbut oleh masyarakat Kecamatan Linge,” tandasnya.

Selama ini, dia menambahkan, kebutuhan kambing di Kabupaten Aceh Tengah masih dipasok dari Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara. Baik untuk kebutuhan sehari-hari, maupun kebutuhan meugang dan qurban hari raya Idul Adha.

Karena itu, ia mengajak masyarakat Kecamatan Linge untuk meneruskan pembudidayaan ternak tersebut, dan bukan tidak mungkin, Kecamatan Linge akan menjadi sentra penghasil daging kerbau, kambing, bahkan daging sapi di Aceh.

Mursyid juga menyatakan dukungannya terhadap program Pemkab Aceh Tengah yang membangun Komplek Peternakan Terpadu Ketapang I dan Ketapang II. Namun dia mengharapkan program pengembangan sapi Bali itu harus didukung oleh semua dinas dan instansi teknis yang ada di Aceh Tengah.

Dalam kunjungan reses ke Kabupaten Aceh Tengah itu, selain meninjau kawasan Peternakan Ketapang I dan Ketapang II, Mursyid juga meninjau sejumlah organisasi pengajian Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), sejumlah masjid dan memberikan bantuan baju bagi klub-klub kesenian didong di Kecamatan Linge, Aceh Tengah.(min)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 22 November 2010

Oktober 2010, Realisasi PBB 24 Persen

Tue, Nov 23rd 2010, 11:29

TAKENGON-Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kabupaten Aceh Tengah sanga minim, bahkan hingga akhir Oktober 2010, pencapaian masukan dari PBB baru mencapai 326 juta atau 24 persen dari target penerimaan sector PBB sebesar Rp 1,3 miliar.

Penerimaan PBB sebesar itu mencakup peerimaaan dari perkotaan maupun perdesaan pada 14 kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah. Penerimaan PBB sebesar 24 persen ini sangat minim, sementara tahun anggaran 2010 hanya tersisa sebulan lagi.

Minimnya penerimaan PBB Aceh Tengah diungkapkan bupati Ir H Nasaruddin MM pada Rapat Evaluasi PBB tahun 2010, Sabtu (20/11) di Gedung Olah Seni (GOS) Takengon. Dikatakan, penerimaan PBB tersebut dikumpulkan dari 295 kampung dari 14 kecamatan di daerah tersebut.

Untuk mengejar target penerimaan PBB tersebut, kata Nasaruddin, diperlukan upaya keras kepala dinas, camat dan para kepala kampung (keuchik) untuk melakukan terobosan secara gencar menagih setoran PBB dari warga.

Ia mengatakan, dari target penerimaan PBB untuk tahun 2010 sebesar Rp 1,3 miliar baik perkotaan maupun pedesaan, namun realisasinya sampai bulan Oktober 2010 sangat minim, baru mencapai 24 persen saja atau sebesar Rp 326 juta. Untuk itu diperlukan suatu strategi dan kerjasama yang padu antara petugas di lapangan guna peningkatan realisasi PBB, baik pada tingkat kecamatan maupun kampung.

“Ini merupakan tugas berat pada kepala kampung untuk menggenjot realisasi PBB Aceh Tengah tahun ini,” ujar Nasaruddin di hadapan ratusan keuchik dan sekretaris desa (sekdes) di daerah itu.

Bupati Nasaruddin mengatakan, bila Kabupaten Aceh Tengah mampu mengumpulkan pajak sesuai target Rp 1,3 miliar, maka pemerintah pusat akan memberikan intensif yang lebih besar dari nilai pajak yang dikumpulkan. Namun, intensif tidak diberikan kepada perorang, tetapi masuk ke dalam Belanja Daerah Kabupatem Aceh Tengah.

Kepala Kanwil Dirjen Pajak Provinsi Aceh yang diwakili Kabid Intelijen, Penyidikan, Pemeriksaan dan Penagihan Pajak, Ramdanu Martis SE Ak MM yang hadir pada rapat evaluasi itu mengatakan, Kabupaten Aceh Tengah termasuk penyetor pajak yang paling rendah dari seluruh Aceh.

Menurut data Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DKKD) Aceh, hanya sebesar 24 persen yang disetor melalui DPKKD Aceh Tengah, sedangkan 10 persen lainnya disetor langsung oleh wajib pajak itu sendiri sehingga jumlah setoran pajak seluruhnya mencapai 34 persen.

Martis menujukkan perbandingan, hingga Oktober 2010 penerimaan PBB di Kabupaten Bireuen teleh mencapai 46 persen, Bener Meriah (72,5), Pidie Jaya (51, sedangkan penerimaan PBB di Aceh Tengah hanya saja. Dari peneriman PBB sebesar Rp 326 juta itu, penerimaan dari perkotaan di Aceh Tengah hanya 20 persen, sedangkan pedesaan mencapai 69 persen.

Dijelaskan Martis, untuk menambah kas pembangunan daerah, maka target pajak harus terpenuhi, dengan terpenuhinya target PBB ituk, maka pemerintah pusatn akan memberikan intensif untuk daerah yang bersangkutan, namun bila tidak mecapai target, maka daerah bersangkutan tidak mendapat intensif.

Sesuai dengan UU Nomor 28 tahun 2009 menetapkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan pajak daerah dan restribusi daerah yang dikelola oleh DPPKD kabupaten/kota langsung dijadikan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk itu, katanya, kepada para kepala kampung dan sekretaris kampung yang hadir, Martis mengharapkan agar dapat terus memberikan pemahaman kepada warga masyarakat agar bijak dan taat pajak, sebagaimana ungkapan yang kerab didengungkanselama ini. “Orang Bijak Taat Pajak”, ujar tandas Martis.

Sebelumnya Kadis Pengelolaan Keuangan dan Kekayaaan Daerah (DPKKD Aceh Tengah yang diwakili Kabid Pendapatan, Jumadil NK SSos MM mengatakan, untuk meningkatkan perolehan sektor pajak khusus PBB perkotaan dan pedesaan, pihaknya telah menempuh berbagai upaya diantaranya memperpanjang penundaan jatuh tempo SPPT PBB, melalukan sosialiasi perpajakan yang bekerjasama dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bireuen.

Dikataknnya, pengelolan pajak yang akan diserahkan pengelolaannya ke daerah adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2011. Sementara untuk PBB akan diserahkan kepada kabupaten/kota paling lambat tahun 2014, berbeda dengan zaman dahulu, semua hasil perolehan pajak menjadi pendapatan negara, setelah melalui proses, maka sebagian besar dikembalikan untuk pendapatan daerah.(min)

sumber : Serambinews.com