Senin, 05 September 2011

Hasil Bumi Aceh Tengah dikuras

FRIDAY, 19 AUGUST 2011 11:01

TAKENGON - Sejumlah perusahaan pertambangan nasional dan pribadi mulai memburu dan menguras hasil perut bumi Aceh Tengah. Bahan tambang bernilai tinggi, khususnya logam mulia emas bersama tembaga, timah, bahan mineral serta lainnya terus diburu di hutan dingin Gayo dengan bentangan seluas 250,56 hektar.

Ironinya, tidak ada tenaga kerja lokal untuk operasional perusahaan tersebut. Selain tambang emas dan mineral pengikutnya (dmp), pada beberapa kawasan hutan juga beroperasi tambang tembaga, timah dan tambang batuan. Hal itu diungkapkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah, Bardan Sahidi hari ini.

Dia mengatakan, sebanyak 16 perusahaan pertambangan dan enam izin perorangan sedangn melakukan penambangan mineral pada sejumlah hutan dengan luas lahan mencapai 250,56 hektare. Disebutkan, perusahaan itu telah mendapat izin usaha pertambangan (IUP) sejak 2009, namun, sebagian besar belum menyampaikan laporan triwulan dan laporan tahunan tentang kemajuan usaha eksplorasinya.

Bardan mengatakan 16 perusahaan pertambangan tersebut tersebar pada delapan kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah, dan lahan terlebar digunakan oleh PT Linge Mineral Resources di Kecamatan Linge dan Bintang seluas 98,143 hektar. Disusul PT Takengon Mineral Resources di Kecamatan Ketol seluas 26 hektare dan PT Nanggroe Kuchi Puega 2 di Kecamatan Rusip Antara seluas 10 hektar.

Sementara perusahaan pertambangan lainnya menggunakan lahan hutan di bawah 10 hektar. Usaha perorangan penambangan batu milik Martis di Kecamatan Atu Lintang sudah berakhir IUP sejak bulan Agustus 2011. Bardan Sahidi mengatakan, operasional perusahaan pertambangan harus diawasi oleh Pemkab Aceh Tengah sehingga tidak merusak lingkungan (ekosistem) suatu kawasan hutan, dan tidak sembarangan memberikan IUP kepada perusahaan pertambangan.

Pemkab Aceh Tengah juga harus menggenjot perusahaan tambang yang sudah beroperasi untuk melunasi pajak dan restribusi kepada daerah. Dari pengamatan sehari-hari, katanya, belum ada warga Aceh Tengah yang dipekerjakan pada perusahaan tambang tersebut, sehingga belum memberikan dampak langsung pada kemakmuran rakyat daerah ini. “Saya meminta perusahaan tambang tersebut melibatkan masyarakat sebagai tenaga kerja lokal,” pinta Bardan Sahidi.

Dikatakan, sebagian besar perusahaan pertambangan di Aceh Tengah itu anak perusahaan Media Group Jakarta dan anak perusahaan tambang Kanada, East Asia Mineral Coorporations. Beberapa tahun lalu, anak perusahaan East Asia Mineral Coorporations telah melakukan pengeboran pada beberapa titik di hutan Kampung Lumut, Kecamatan Linge.

Sumber Waspada.co.id

Jumat, 19 Agustus 2011

Taman Buru Linge Takengon Telantar

Rabu, 10 Agustus 2011 09:05

TAKENGON - Taman buru Linge yang terletak di Kecamatan Linge dan Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah, kini terbengkalai. Taman Buru terluas di Indonesia itu tidak jelas lembaga yang berkewajiban menangani operasionalnya. Sehingga taman tersebut kini telah telantar.

Anggota DPD-RI asal Aceh, Ir Mursyid, Selasa (9/8) mengatakan, Taman Buru Linge merupakan taman buru terluas di negeri ini dengan luas kawasan 80.000 hektare lebih, di samping hidup sejumlah satwa langka yang dilindungi, taman buru ini juga banyak ditumbuhi hutan pinus dan berbagai jenis pohon langka. Sejak ditetapkan oleh Departemen Kehutanan RI tahun 1978 lalu, Taman Buru Linge tidak terurus bahkan terbengkalai. Dalam operasional sehari-hari, tidak ada koordinasi antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah sementara lembaga yang mengelola Taman Buru Linge juga tak jelas. Sehari-hari, tidak pernah terlihat ada petugas yang menjaganya.

Disebutkan, dalam Undang-Undang Kehutanan, Taman Buru Linge termasuk bagian dari hutan konservasi yang status hukum dan pengelolaannya sama dengan hutan lindung. “Banyak investor luar yang ingin menanamkan modalnya untuk pengelolaan Taman Buru Linge, namun, mereka tidak tahu berurusan dengan lembaga mana,”ujar Ir Mursyid mempertanyakan.(min)

Sumber Waspada.co.id

Hutan Danau Laut Tawar memprihatinkan

WEDNESDAY, 10 AUGUST 2011 11:47

BANDA ACEH - Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah meminta masyarakat berperan aktif menyelamatkan kawasan hutan, khususnya sekitar objek wisata Danau Laut Tawar.

"Menjaga ekosistem alam agar tetap seimbang, maka perlu keterlibatan aktif dari seluruh elemen masyarakat, seperti warga yang berdomisili di kawasan Danau Laut Tawar ini," kata Bupati Aceh Tengah, Nasaruddin, siang ini.

Dia mengajak masyarakat, terutama sekitar Danau Laut Tawar untuk menghindari dan mencegah jangan sampai kawasan hutan terbakar.

"Kerusakan hutan akibat pembakaran di sekitar danau sangat memprihatinkan, bila terus-menerus dibiarkan maka keseimbangan alam akan terganggu dan akhirnya merugikan warga yang sehari-hari hidup dan mencari rezeki dari danau," katanya.

Saat bersilaturrahmi di Kampung (desa) Toweren Kecamatan Laut Tawar, bupati meminta masyarakat secara sukarela ikut membantu jangan sampai ada pihak yang sengaja membakar kawasan hutan atau semak-semak, terutama musim kemarau.

"Saya prihatin dengan maraknya kebakaran hutan di sekitar Danau Laut Tawar yang merupakan salah satu objek wisata andalan daerah ini," ujar bupati.

Mayoritas masyarakat yang berdomisili sekitar danau itu bermata pencarian sebagai nelayan dan petani.

"Masyarakat tentunya berupaya menjaga agar tanah tetap subur.Jika kesuburan tetap terjaga hasil tanaman pertanian akan lebih baik," katanya.

Karena itu, salah satu menjaga tanah tetap subur dan air tersedia cukup untuk mengairi areal pertanian penduduk maka melalui pengamanan kawasan hutan sekitar Danau Laut Tawar agar tidak terbakar.

Sumber Waspada.co.id

Senin, 15 Agustus 2011

Hutan Aceh Tengah musnah jadi Arang

FRIDAY, 05 AUGUST 2011 18:19

TAKENGON - Kebakaran hutan di Aceh Tengah, belum berakhir, setelah sebelumnya amukan api menghanguskan pohon pinus di sebagian pegunungan (bur) pingiran Laut Tawar dan Kecamatan Pegasing serta Bies. Kini giliran bur di Kecamatan Celala di serang api. Diperkirakan puluhan hektar kayu hutan lindung di sana musnah menjadi arang.

Lokasi kebakaran hutan terjadi dipinggiran jalan utama dari dan ke menuju Kabupaten Nagan Raya, tepat di antara Kampung Paya Kolak hingga mendekati Tanoh Depet.

Namun titik kebakaran juga mulai terlihat sejak perkampungan berdekatan dengan ibukota kabupaten di Aceh Tengah, seperti mulai dari Kampung Kuyun menuju Kecamatan Celala hingga Tanoh Depet. Sulutan api terlihat di beberapa titik di sepanjang jalan tersebut.

Kendati kebakaran sebagian hutan lindung yang berdekatan dengan perkebunan kopi warga disana telah padam. Namun kepulan asap sisa kebakaran masih terlihat. Ada juga terlihat sulutan api baru yang sedang melahap kayu hutan disana.

Beberapa warga di daerah yang berjarak sekitar 40 kilometer ke arah selatan dari ibukota kabupaten ini engan bercerita terkait terjadinya kebakaran hutan di daerah itu. “Saya nggak tahu, coba tanya orang lain saja. Kenapa dan kapan api mulai menyulut hutan,” ucap seorang warga, tadi sore.

Camat Celala Mursalin, untuk mengatasi menjalarnya jilatan api, pihaknya masih mengalami kekurangan personil. ”Kami masih kekurangan petugas baik upes atau pun Polhut dari Dinas Kehutanan Aceh Tengah, sementara hutan cukup luas disini,” katanya.

Sebelumnya, Kadis Kehutanan Aceh Tengah, Syahrial, menyebutkan akhir Juli hingga awal Ramadhan ini di Takengen Aceh Tengah telah terjadi kebakaran hutan pinus seperti di bur Nosar, bur Toweren, bur Gayo, dan bur Gajah di bur iringan Pegasing. Diperkirakan amukan api menghabiskan seluas 200 hektar.

“Kami telah menurunkan personil baik upes, Polhut di bantu masyarakat, TNI dan armada pemadam kebakaran untuk memadamkan api. Hali ini kami lakukan supaya amukan api tidak merambat ke daerah lokasi lain,” kata Syahrial.

Sumber Waspada.co.id

Hutan Pinus Aceh Tengah Punah

WEDNESDAY, 03 AUGUST 2011 16:48

TAKENGON - Amukan si jago merah bagai tak mau reda melahap lahan hutan pinus di sebagian tempat di pegunungan Aceh Tengah. Lagi, seluas 25 hektar pinus raib menjadi arang di Bur Nosar, kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah.

Sebelumnya pada Juli lalu, api telah menghanguskan 100 hektar hutan lindung di Bur (gunung) Gayo dan Bur Toweren. Namun berselang beberapa hari, amukan api yang sempat padam di Bur Gajah, kemudian kembali berkobar meratakan 67 hektar lahan pinus hasil budidaya warga di Pegasing.

Dari informasi yang dihimpun, warga kampung Nosar, menyebutkan sulutan api mulai terlihat sejak Jumat (29/7). Namun mereka mengaku tidak mengetahui dari mana sumber api.

“Ya, sudah beberpa hari ini kebakaran terjadi, kendati api telah padam. Namun seperti yang kita lihat, kepulan asap masih mewarnai daerah ini hingga sampai di perkampungan sebelah,” kata Anas, warga setempat, tadi sore.

Kadis Kehutanan Aceh Tengah, Syahrial, menyebutkan akibat kebakaran hutan, sebanyak 25 hektar pinus telah musnah di Nosar.

“Ya, kebakaran hutan pinus terjadi bertubi-tubi dari Juli hingga awal Ramadhan. Dampaknya bukan saja hutan menjadi tandus. Namun, berbagai hewan, dan biota yang ada di dalamnya di perkirakan telah musnah,” ujar Syahrial.

Menurutnya, hutan pinus yang berada di rendengan gunung yang ada di dekat Danau Laut Tawar ini, semula selain menjadi daerah tangkapan air juga berfungsi menahan reruntuhan batu dari atas gunung.

“Hutan pinus juga merupakan sumber utama penyedia pupuk alami yang bermanfaat bagi kesuburan tanah. Karena selama ini di sekitar wilayah pegunungan terdapat perkebunan dan lahan pertanian milik warga,”jelasnya.

Dikatakannya, dalam kebakaran di Nosar, petugas bersama masyarakat dan Koramil telah bahu-membahu memadamkan kobaran api agar tidak merambat ke daerah lain.

“Kendati gunung kebakar, namun sumber api di Nosar merupakan titik baru. ”Artinya, tidak ada kaitannya dengan kebakaran sebelumnya, yang terjadi di Bur Gayo dan Toweren. Kami perkirakan ada yang sengaja menyulut api, hal ini masih membutuhkan proses untuk membuktikan siapa pelakunya,” kata syahrial.

Dalam kejadian itu juga tambah Syahrial, ada sejumlah armada pemadam yang di terjunkan untuk mengamankan pemukiman warga. ”Untuk mencegah terjadinya hal tak terduga, kami menurunkan armada pemadam kebakaran. Karena rumah warga sebagian ada yang dekat dengan titik api. Syukurlah, sampai api di Bur Nosar padam, rumah warga tidak ada yeng terkena amukan,” katanya.

Sumber Waspada.co.id

Rabu, 10 Agustus 2011

Gunung Bur Gayo Terbakar

Warga Panik, Petugas Sulit Tembus Lokasi
Selasa, 19 Juli 2011 | 07:41

TAKENGON–Kawasan pengunungan Bur Gayo, Kampung Bujang Bale Hakim, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah terbakar, Senin (18/7) sekira pukul 10.30 WIB. Informasi diperoleh, terbakarnya wilayah tersebut karena warga yang sembarangan membuang puntung rokok. Malah dikhawatirkan rambatan api akan mengancam ke pemukiman warga. Pasalnya, setelah dilakukan pemadaman, namun api tak jua bisa dijinakkan.

Apalagi wilayah pengunungan Bur Gayo merupakan areal yang sulit ditembus atau terjangkau oleh petugas pemadam kebakaran. Dedek, warga kampung One-One, kepada Rakyat Aceh mengatakan, sebelum kebakaran diketahui sekira pukul 10.00 WWIB warga melihat asap tebal yang keluar dari kawasan pengunungan Bur Gayo.

Api dengan cepat membesar sehingga menimbulkan kepanikan warga. Ditambah lagi saat ini memasuki musim kemarau dan berakibat cepatnya areal tersebut disulut api. “Kami tidak bisa berbuat apa-apa untuk memadamkan api yang terus membesar, karena lokasi tersebut sangat sulit dilalui dengan jurang dengan kondisi tebing yang tinggi," kata Dedek.

Keterangan lain dihimpun wartawan koran ini, bahwa lokasi objek wisata Bur Gayo rencananya akan dibangun graffiti bertulisan Gayo Laugh Land oleh Dinas Pariwisata Aceh Tengah, pada tahun ini. Hingga berita ini diturunkan, api masi berkobar di kawasan pengunungan Bur Gayo. (ron)

Sumber rakyataceh.com

Senin, 08 Agustus 2011

Aceh Cocok Dibangun Pabrik Susu

WEDNESDAY, 06 JULY 2011 10:24

TAKENGON - Pengembangan sektor peternakan sapi perah sebagai salah satu bahan baku susu dan layak dibangun pabrik di kawasan Kabupaten Aceh Tengah. Karena daerah tersebut memiliki potensi cukup besar di sekto peternakan.

"Aceh Tengah cocok untuk ditingkatkan pengembangan sektor peternakan sapi perah," kata Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, tadi pagi, seraya menambahkan, berbagai potensi harus dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah setempat.

Sehingga, katanya, upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dapat terwujud. Pemerintah Aceh telah mengajukan Aceh Tengah sebagai salah satu daerah yang akan dibangun industri melalui program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Pihaknya juga mengusulkan adanya pabrik gula sebagai upaya menampung seluruh tebu masyarakat yang tersebar di kabupaten dataran Gayo tersebut. "Kami telah mengusulkan dua pabrik di Aceh Tengah sehingga memiliki nilai tambah terhadap hasil produksi yang dihasilkan petani di masa mendatang," katanya.

Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang masuk koridor Sumatera dalam program pembangunan ekonomi Indonesia hingga 2025 menuju negara maju. "Kami optimistis dengan adanya berbagai industri pengolahan di Aceh akan mampu meningkatkan nilai tambah dan menyejahterakan petani," ujarnya.

Sumber Waspada.co.id

Minggu, 07 Agustus 2011

Aceh targetkan penghasil kakao terbesar

TUESDAY, 05 JULY 2011 12:08

TAKENGON - Forum Kakao Aceh (FKA) menargetkan provinsi tersebut akan menjadi salah satu kawasan penghasil kakao terbesar di Indonesia pada 2020.

"Target tersebut akan tercapai menyusul meningkatnya pengembangan kakao yang dilakukan oleh masyarakat terutama di daerah sentra produksi komoditas itu," kata Ketua FKA, Hasanuddin Darjo, di Aceh Tengah, pagi tadi.

Disebutkannya, luas lahan kakao yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di provinsi berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa itu sekitar 70 ribu hektare dengan jumlah lahan produktif seluas 40 hektare.

"Setiap tahunnya, Aceh mengekspor sekitar 15-20 ribu ton kakao biji kering ke sejumlah negara tujuan," katanya.

Dikatakannya, produksi kakao yang ada saat ini dari provinsi paling ujung barat Indonesia itu belum mampu menyanggupi seluruh permintaan di pasaran nasional dan internasional.

"Artinya, produksi kakao masih sangat sedikit dan ini harus ditingkatkan agar mampu memenuhi permintaan pasar," katanya.

Ia mengatakan, harga kakao sesuai harga di pasar internasional, apabila harga kakao dunia naik maka harga dalam negeri juga naik. Provinsi Aceh memiliki sejumlah daerah sentra produksi kakao yakni Pidie, Pidie Jaya, dan Aceh Tenggara.

Pihaknya optimistis dengan perawatan dan pengembangan kakao yang lebih baik akan mampu meningkatkan produksi dan mensejahterakan petani di masa mendatang.

Sumber waspada.co.id

Kamis, 04 Agustus 2011

Pabrik gula Vietnam di Aceh Tengah

SATURDAY, 02 JULY 2011 02:16

TAKENGON - Sebuah perusahaan dari negara Vietnam yang bergerak bidang industri gula akan mendirikan sebuah pabrik prosessing gula tebu di Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah. Hingga enam bulan lebih penelitian dan studi kelayakan (feasibility study) yang dilakukan oleh perusahaan Vietnam di Aceh Tengah, baru mereka berminat mendirikan pabrik gula tebu di dataran tinggi Gayo itu.

Adviser (penasihat) Perusahaan Daerah (PD) Pembangunan Tanoh Gayo, Edwin D Samuel, mengatakan, proses studi kelayakan terhadap pebrik tebu sudah tuntas dan menunggu penandatanganan perjanjian antara Pemkab dengan investor asal Vietnam itu. Pabrik pengolahan air tebu menjadi gula putih dan bahan-bahan farmasi lainnya akan didirikan di Kacamatan Ketol, karena di wilayah ini terdapat 8.000 hektar lebih lahan tebu yang ditanam masyarakat setempat. Perusahaan asal Vietnam itu mulai mengadakan mobilisasi peralatan dan perlengkapan pabrik prosesing setelah adanya kesepahaman (agreement) antara Pemerintah Vietnam dengan Pemkab Aceh Tengah.

Dilihat dari tingkat kesuburan tanah, kata Edwin D Samuel, Kecamatan Ketol sangat potensial dikembangkan tanaman tebu dan tanaman sejenis dan hingga sekarang lebih 8.000 hektar lahan tebu rakyat sudah berproduksi. Selain membeli tebu-tebu rakyat, kata Edwin, masyarakat setempat bersama PD Pembangunan Tanoh Gayo akan mengembangkan budidaya tebu seluas 7.000 hektare guna mencukupi kebutuhan bahan baku gula ketika pabrik gula itu berproduksi optimal.

Direktur PD Pembangunan Tanoh Gayo, Hasanuddin mengatakan, pabrik gula itu akan menghasilkan gula pasir, alkohol dan berbagai produk farmasi (obat-obatan).

Sumber waspada.co.id

Senin, 01 Agustus 2011

Tebu Aceh Tengah Diminati Investor

FRIDAY, 03 JUNE 2011 15:45

BANDA ACEH - Investor asing menyatakan tertarik dengan kualitas tanaman tebu masyarakat di Aceh Tengah, sehingga berkeinginan untuk segera mendirikan pabrik gula pasir di kabupaten tersebut.

"Manajemen perusahaan gula pasir berkantor pusat di Vietnam, menyatakan siap mendirikan pabrik gula setelah melihat langsung tenaman tebu rakyat berkualitas cukup baik," kata Bupati Aceh Tengah Nasaruddin di Takengon.

Perusahaan gula pasir berkantor pusat di Ho Chi Minh City Vietnam yakni NIVL Join Stock Company meninjau perkebunan tebu masyarakat di Kecamatan Ketol Aceh Tengah pada 3 Juni 2011.

Tanaman tebu di Aceh Tengah dengan varietas lokal memiliki diameter cukup besar dan ruas cukup banyak serta kadar gula sangat bagus.

"Persiden direktur NIVL Join Stock Company Vietnam, Nanda Kumar, serius berinvestasi untuk mendirikan pabrik gula pasir yang diharapkan produksinya nanti cukup bagi kebutuhan masyarakat, khususnya di Aceh," kata Bupati didampingi Kabag Humas Pemkab Aceh Tengah Windi Darsa.

Kunjungan manajemen NIVL Join Stock Company Vietnam itu di fasilitasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Tanoh Gayo.

Pabri gula pasir layak didirikan di Aceh Tengah selain tebunya berkualitas baik juga lahan tersedia cukup luas di dataran tinggi "Tanah Gayo" . Saat ini terdapat tidak kurang dari 8.000 hektare tanaman tebu masyarakat.

Bupati menjelaskan selama ini tebu masyarakat di Aceh Tengah hanya diproses untuk bahan baku gula merah, dan komoditas tersebut juga telah dipasarkan ke luar Aceh, seperti Sumatera Utara dan Jakarta.

"Dengan adanya pabrik gula pasir akan dibangun investor asing itu maka minimal untuk kebutuhan lokal dan nasional yang permintaannya terus meningkat," kata bupati.

Selain itu, kehadiran pabrik gula pasir juga diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat petani di Kabupaten Aceh pedalaman.

Sumber Waspada.co.id

Rabu, 13 Juli 2011

SBY akan Resmikan Pembangunan PLTA Peusangan

Thu, May 12th 2011, 17:36

TAKENGON – Presiden Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) dipastikan akan meresmikan proses dimulainya pembangunan fisik Perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan I dan II. Namun seremoni peremian proyek iyu digelar di Istana Negara dan disiarkan melalui jaringan televisi.
Peresmian pembangunan fisik PLTA Peusangan I dan II dipusatkan di Kampung Sanihen, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, Jumat (20/5/2011) mendatang.
Manager Keuangan dan Sumberdaya Manusia (SDM) PT PLN (Persero) Pembangkit Sumatera (Kitsum) I, Harsutowo yang dijumpai di Takengon, Kamis (12/5/2011), mengatakan, Presiden SBY akan meresmikan pembukaan pengerjaan fisik PLTA Peusangan I dan II yang dipusatkan di Aceh Tengah dan dihadiri tiga kepala daerah, Bupati Aceh Tengah Ir H Nasaruddin MM, Bupati Bener Meriah Ir H Tagore Abubakar, dan Bupati Bireuen Nurdin Abdurrahman.
Tiga daerah itu merupakan kawasan yang dilalui Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) proyek energi listrik itu. Para bupati dan masyarakat Aceh Tengah dapat menyaksikan Presiden SBY melalui layar monitor yang dipasang di Kampung Sanihen, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, tempat pemusatan pembukaan acara tersebut.
Dikatakan Harsutowo, proses penjajakan proyek PLTA Peusangan I dan II telah dimulai sejak tahun 1996, 15 tahun lalu, dan sejak dimulainya proses pembangunan pembangkit listrik tenaga air itu, PT PLN (Persero) sebagai pemrakarsa proyek telah melakukan survei lokasi dan pembebasan tanah milik masyarakat yang terkena proyek pembangunan PLTA Peusangan I dan II.
Saat konflik berkecamuk melanda Aceh, PT PLN (Persero) bersama dengan donatur Japan International Bank Cooporation (JBIC) Jepang menghentikan proses pengerjaan PLTA Peusangan I dan II. Setelah terjalinnya kesepakatan damai (MoU) antara Pemerintah RI dengan GAM, proyek PLTA Peusangan dilanjutkan kembali tahun 2008.(jalimin)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 27 Juni 2011

Kondisi DAS Peusangan Kritis

Fri, May 6th 2011, 09:18

TAKENGON - Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan, yang saat ini dimanfaatkan oleh lima kabupaten di Aceh, kondisinya mulai mengkhawatirkan. Hal itu disebabkan karena kondisi debit air sungai Peusangan masuk kategori kritis. Hal itu disampaikan oleh Communication Officer WWF Aceh, Chik Rini, dalam diskusi tentang Penyelamatan Danau Laut Tawar yang digelar, Kamis (5/5) di Wapres Café Kota Takengon.

Menurut Chik Rini, aliran DAS Peusangan merupakan sumber air untuk satu juta orang di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara. “Secara nasional, kondisi DAS Peusangan dikategorikan warning satu (sangat kritis) sehingga sangat perlu untuk kembali dilestarikan. Kalau tidak segera dilakukan, katanya, dalam 10 tahun ke depan, kondisinya akan lebih parah lagi,” kata Chik Rini.

Bila kondisi kritis DAS Peusangan, tidak segera diperhatikan secara serius oleh beberapa kabupaten yang memanfaatkan aliran sungai tersebut, akan mengancam sumber air bersih bagi jutaan orang. Sumber air dari DAS Peusangan, dimanfaatkan warga di kawasan hilir, selain untuk kebutuhan air juga sebagai sumber air yang mengairi areal persawahan masyarakat di beberapa kabupaten. “Sepanjang DAS Peusangan, dialiri sekitar 107 anak sungai, termasuk sumbernya dari Danau Laut Tawar. Dan kondisinya sebagian besar mulai rusak sehingga perlu dikelola bersama,” ungkap Comunication Officer WWF Aceh.

Dalam diskusi penyelamatan Danau Laut Tawar, yang digagas oleh Komunitas Cita Gayo itu, dihadiri oleh Anggota DPD-RI, Ir Mursyid, Sekjen Forum Penyelamatan Danau Laut Tawar (FPDLT) Subhandy AP MSi. Selain membahas tentang persoalan DAS Peusangan, diskusi itu juga mengemuka tentang kondisi kawasan tangkapan air di seputaran Sungai Peusangan dan persoalan tentang mulai berdirinya bangunan di pinggir Danau Laut Tawar, yang dinilai telah menganggu keindahan Danau Laut Tawar.

Anggota DPD-RI asal Aceh, Ir Mursyid mengatakan, keberadaan DAS Peusangan lebih dimanfaatkan oleh warga yang tinggal di kabupaten hilir, seperti di Kabupaten Bireuen, Aceh Utara serta Kota Lhokseumawe. Sementara masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, tidak banyak memanfaatkan aliran sungai itu. “Ada beberapa proyek vital di daerah hilir yang juga memanfaatkan aliran DAS Peusangan, namun hingga saat ini tidak ada kontribusinya untuk daerah hulu aliran Peusangan itu,” kata Mursyid.(c35/min)

Sumber : Serambinews.com

Minggu, 26 Juni 2011

Warga Gotroy Bersihkan Material Banjir Bandang

Sat, Apr 30th 2011, 08:38


Warga korban banjir bandang di Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah, Jumat (29/4) bergotong-royong menyingkirkan bongkahan batu yang menyumbat saluran air. Hal itu dilakukan warga, lantaran sampai saat ini alat berat belum dikerahkan ke lokasi itu. SERAMBI/MAHYADI


TAKENGON - Puluhan masyarakat korban banjir bandang di Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah, Jumat (29/4) bergotong-royong membersihkan lumpur dan tumpukan bebatuan yang berserakan di kampung. Musibah banjir bandang yang melanda pada Rabu (27/4) malam lalu, selain merusak jembatan penghubung di Kampung Burni Bius, juga menyisakan tumpukan lumpur serta bongkahan batu besar yang menutup ruas jalan.

Warga yang bergotong-royong menyingkirkan bongkahan batu besar, dilakukan dengan cara manual tanpa menggunakan peralatan, sehingga batu-batu besar yang bertumpuk di pemukiman warga itu dibiarkan tertonggok di tengah ruas jalan kampung Burni Bius. “Kami khawatir, jika bebatuan itu tidak segera dibersihkan dan dipindahkan, kalau terjadi lagi hujan deras akan memicu terjadinya luapan air karena alur ini sudah dangkal tertimbun tanah dan batu,” kata Hamzah, salah seorang warga Burni Bius, kepada Serambi Jumat (29/4).

Hingga hari kedua paska kejadian, katanya, belum ada satupun alat berat dikerahkan ke kampung itu, untuk menyingkirkan sisa-sisa banjir bandang, sehingga puluhan masyarakat setempat berinisiatif untuk melakukan gotong royong. Menurut Hamzah, yang didampingi beberapa warga Kampung Burni Bius, sebelumnya warga sudah meminta untuk dapat dikerahkan alat berat untuk menyingkirkan bebatuan itu. “Kalau nggak pakai alat berat, mana bisa kami pindahkan batu-batu besar itu. Mungkin untuk sementara kami hanya mampu menggeser saja,” ungkap Hamzah.

Selain alat berat, warga korban banjir bandang di Kampung Burni Bius, meminta agar jembatan penghubung antar kampung yang ikut rusak diterjang banjir bandang, agar bisa segera ditangani dan diperbaiki oleh pihak Pemkab Aceh Tengah. Permintaan itu disampaikan warga lantaran kondisi jembatan yang telah rubuh, nyaris menutupi aliran air, sehingga dikhawatirkan jika tiba-tiba terjadi luapan air besar akan merembet ke rumah-rumah warga. “Kalau sempat jembatan ini jatuh dan menutup aliran alur ini, bisa lebih parah lagi. Ya kita harap pihak pemerintah bisa segera menangani ini dengan segera,” tambah seorang warga lainnya.

Amatan Serambi puluhan warga yang melakukan pembersihan lokasi banjir bandang itu, hanya mengandalkan cangkul dan beberapa batang kayu untuk menggeser bongkahan batu besar yang bertumpuk di tengah-tengah Kampung Burni Bius. Sementara itu, puluhan Kepala Keluarga (KK) yang terkena imbas banjir, sebagian masih mengungsi karena takut terjadi banjir susulan melihat kondisi cuaca yang masih diguyur hujan. Dan tidak jauh dari lokasi musibah, dibangun tenda-tenda darurat untuk menampung para korban.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 22 Juni 2011

Dua Rumah Tertimbun Longsor

Jembatan Ikut Roboh
Thu, Apr 28th 2011, 17:59

TAKENGON - Dua rumah warga Dusun I Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, hancur tertimbun tanah longsoran dari gunung Alur Gajah akibat banjir bandang. Selain menghancurkan dua rumah, tiga rumah lain mengalami rusak ringan, dan sebuah jembatan roboh. Akibat peristiwa yang terjadi Rabu (27/4/2011) malam itu, sebanyak 26 kepala keluarga berhamburan keluar rumah.
Keuchik Kampung Burni Bius, Yusni, kepada Serambinews.com, Kamis (28/4/2011), mengatakan, tanah longsor datang secara tiba-tiba dari pergunungan di belakang rumah tersebut. Kedua rumah yang tertimbun longsoran adalah Nek Minah dan Gunandar. Sementara tiga rumah yang mengalami rusak ringan adalah milik Mimin, Damin, dan Ade Liana digenangi lumpur.
Yusni menyatakan, tanah longsor dari Gunung Alur Gayo itu terjadi akibat hujan deras melanda Kecamatan Silih Nara, sejak Rabu siang. Pasca kejadian, sebanyak 26 KK mengungsi ke rumah-rumah tetangga, sebagian diantaranya menumpang di rumah keluarga di Kota Takengon. Hingga, Kamis siang belum terlihat adanya posko penampungan sementara yang dibangun oleh Pemkab Aceh Tengah.(jalimin)

Sumber : Serambinews.com

Banjir Bandang dan Longsor Landa Aceh Tengah

* Belasan Rumah Rusak, Puluhan KK Mengungsi
Thu, Apr 28th 2011, 09:28


Salah satu rumah warga di Kampung Uning Penggantungen, Kecamatan Bies, Kabupaten Aceh Tengah, Rabu (27/4) sore, sekitar pukul 16.30 WIB, rusak diterjang banjir bandang. Meski tidak menelan korban jiwa namun beberapa rumah warga rusak digerus air bah. SERAMBI/MAHYADI

TAKENGON - Hujan deras yang mengguyur sebagian wilayah Kabupaten Aceh Tengah sepanjang Rabu (27/4) menimbulkan musibah banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah titik. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, namun belasan rumah rusak dihantam banjir dan puluhan keluarga harus mengungsi. Akses ke sejumlah daerah juga terputus karena longsor.

Informasi yang diterima Serambi, banjir bandang sore kemarin terjadi di Kampung Uning Penggantungen, Kecamatan Bies dan Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara. Beberapa rumah warga dilaporkan rusak disapu banjir dan belasan kepala keluarga (KK) terpaksa harus diungsikan ke tempat yang lebih aman.

“Ada sekitar 20 kepala keluarga yang sudah terdata rumahnya terkena imbas banjir bandang. Namun saat ini kami belum bisa memastikan berapa rumah yang rusak parah karena kondisinya sudah malam dan gelap,” kata Keucik Uning Penggantungen, Abdul Wahab, kepada Serambi di lokasi kejadian tadi malam.

Menurut Abdul Wahab, saat musibah banjir bandang terjadi, kondisi cuaca di Kampung Uning Penggantungen belum diguyur hujan. Namun air parit yang melintasi perumahan warga tibatiba meluap dan semakin membesar hingga menyapu bagian dapur beberapa rumah warga. “Sekitar dua jam, baru air mulai menyusut tetapi telah duluan merusak beberapa rumah warga,” ucapnya.

Sementara banjir bandang di Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara, terjadi sekitar pukul 20.00 WIB. Sebuah rumah milik Gusnandar, hancur rata dengan tanah dihantam bebatuan yang dibawa luapan air bah. Sementara itu sekitar 15 KK lainnya diungsikan ke tempat yang lebih aman.

“Sampai dengan saat ini yang masih terpantau, baru satu rumah warga yang rusak dihantam banjir bandang dan dua diantara rusak ringan. Tapi untuk kepastiannya besok baru bisa diketahui secara pasti,” kata Muzakir MD, warga Kampung Burni Bius yang menghubungi Serambi.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tengah, Syahrial Afri SH MM, ketika dihubungi mengatakan, musibah banjir bandang tersebut terjadi lantaran hujan deras yang mengguyur sebagian wilayah Aceh Tengah sepanjang sore kemarin.

Selain banjir, pada waktu yang bersamaan, juga terjadi musibah tanah longsor hingga menyebabkan ruas jalan alternatif TakengonMeulaboh, tepatnya di Kampung Genting Gerbang, Kecamatan Silih Nara, putus total karena tertimbun reruntuhan longsor. Longsor juga terjadi di Kampung Atu Gajah, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, hingga menutup ruas jalan Takengon menuju Arul Kumer Kecamatan Silih Nara.

Meski tidak ada korban jiwa dalam rangkaian kejadian bencana alam itu, namun salah seorang warga Kampung Atu Gajah, Kecamatan Bebesen, harus mendapat perawatan karena sempat terkena imbas tanah longsor.

“Untuk musibah banjir bandang di Uning Penggantungen, langsung kita berikan bantuan pascakejadian, dan juga telah dikerahkan alat berat untuk menyingkirkan tumpukan tanah longsor di jalan,” sebut Syahrial Afri yang tadi malam mengaku sedang berada di Kampung Burni Bius.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 21 Juni 2011

Warga Silih Nara Blokir Lintas Takengon-Nagan Raya

Mon, Apr 25th 2011, 09:06


Ratusan warga Kampung Semelit Mutiara dan Simpang Kemili Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah memblokir jalan dengan pohon kayu dan pohon pisang, Minggu (24/4). Pemblokiran ruas jalan Takengon - Nagan Raya itu sebagai protes terhadap pemerintah setempat yang tidak pernah memperbaiki kerusakan ruas jalan yang melintasi dua kampung di kawasan itu. SERAMBI/JALIMIN

TAKENGON - Ratusan warga dua kampung di Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, Minggu (24/4) memblokir ruas jalan Takengon-Nagan Raya di Kampung Simpang Kemili hingga Kampung Semelit Mutiara, Kecamatan Silih Nara dengan pohon pisang dan kayu, sehingga tidak dapat dilalui kendaraan bermotor. Warga kecewa karena jalan tersebut tak kunjung diperbaiki oleh pemerintah.

Seorang warga Kampung Semelit Mutiara, Hamzah mengatakan, sudah sangat lama jalan sepanjang tiga kilometer di Kampung Simpang Kemili hingga Semelit Mutiara, Kecamatan Silih Nara, dibiarkan rusak dan tak pernah diperbaiki oleh Pemkab Aceh Tengah. Akibatnya, jalan pada dua kampung itu hancur-hancuran dan payah dilintasi kendaraan bermotor. Jalan yang hancur itu, kata Hamzah, bukan saja pada Kampung Semelit Mutiara dan Kampung Simpang Kemili, namun juga beberapa ruas jalan lain juga mengalami nasib yang sama.

Hamzah menambahkan, sudah berulang kali, perbaikan jalan diusulkan melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) pada kecamatan, namun tidak pernah muncul dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Tengah.

Sedangkan menurut Sugandi, seorang warga setempat mengatakan, pemblokiran jalan itu akan terus berlanjut sebelum adanya komitmen oleh dari Pemkab Aceh Tengah untuk membangun jalan sepanjang tiga kilometer tersebut. Bila tidak ada kepastian, maka masyarakat Kampung Semelit Mutiara dan Kampung Simpang Kemili Kecamatan Silih Nara tidak akan membuka pemblokiran jalan tersebut.

Pada hari pertama pemblokiran jalan tersebut, warga telah membangun dapur umum untuk memasak makanan di atas badan jalan, dan masyarakat dua kampung di Kecamatan silih Nara makan bersama di atas badan jalan yang diblokir itu. “Kami akan memblokir jalan ini, hingga pemerintah memberikan kepastian kapan ruas jalan kami diperbaiki,” ujar Sugandi.

Kadis PU Aceh Tengah, Drs Taufik MM yang hadir di lokasi pemblokiran jalan mengtakan, ruas jalan Kampung Angkup ke Kabupaten Nagan Raya adalah jalan Provinsi Aceh, sehingga menjadi tanggungjawab Pemerintah Aceh. Pemkab Aceh Tengah akan berusaha untuk mengusulkan proses rehab jalan Kampung Semelit Mutiara dan Kampung Simpang Kemili, ke Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh. “Kami akan berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh guna merehab kerusakan ruas jalan pada dua kampung tersebut, mudah-mudahan dalam waktu tiga hari akan diperoleh kepastiannya,” ujar Kadis PU Aceh Tengah itu. Warga yang memblokir jalan tersebut tidak yakin dengan janji yang dilontarkan oleh Kadis PU Aceh Tengah itu, sehingga sejumlah warga meminta perjanjian tersebut ditulis dan ditandatangani oleh Kadis PU itu.(min)

Sumber : Serambinews.com

Aceh Tengah Definitifkan 27 Kampung Persiapan

Tue, Apr 19th 2011, 09:09

TAKENGON - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah akan mendefinitifkan 27 kampung persiapan, kampung-kampung persiapan itu tersebar pada 12 kecamatan. Apalagi, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sudah menyetujui mendefinifkan sebanyak 27 kampung di dataran tinggi Gayo dengan Surat Persetujuan Nomor 141/7505 tgl 15 Maret 2011 tentang Persetujuan untuk mendefinifkan 27 kampung persiapan menjadi kampung definitif di daerah itu.

Anggota Komisi Hukum dan Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah, Bardan Sahidi, Senin (18/4) mengatakan, dokumen usulan kampung pemekaran telah ada sejak tahun 2003 silam, dan diteruskan ke Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat. “Proses pendifinifan 27 kampung akan ditetapkan melalui Qanun Kabupaten Aceh Tengah yang akan dibahas,” ujar Bardan Sahidi.

Katanya, Kecamatan Silih Nara memekarkan Kampung Arul Kumer menjadi tiga kampung masing-masing Arul Kumer Barat, Arul Kumer Timur dan Arul Kumer Selatan.

Pemekaran Kampung Gele Pulo (Kecamatan Bintang), Kampung One-One, Merah Mersah dan Kampung Toweren Musara (Kecamatan Lut Tawar), Kampung Bukit Sari, Bukit Kemuning dan Kampung Paya Dedep (Kecamatan Jagong Jeget), Kampung Pilar Wih Kiri Kampung Tanjong dan Kampung Jaya (Kecamatan Rusip Antara). Kampung Karang Bayur (Kecamatan Bies), Kampung Sukadamai (Kecamatan Pegasing) dan Kampung Kala Kemili Kecamatan Bebesen.

Selanjutnya, Kampung Damar Mulio dan Pantan Damar (Kecamatan Atu Lintang), Kampung Pantan Reduk dan Kampung Antara (Kecamatan Linge), Kampung Telege Sari Kecamatan Kebayakan, Kampung Depet Indah Kecamatan Celala. Sementara itu, Kecamatan Kute Panang memekarkan lima kampung yakni Kampung Tapak Moge Timur, Kampung Empu Balik, Kampung Belang Balik, Kampung Kala Nongkal dan Kampung Pantan Jerik.

Dikatakan Bardan Sahidi, Rancangan Qanun (Raqan) tentang pendefenitifan 27 kampung ini akan menjadi perioritas DPRK Aceh Tengah dengan memperhatikan kemampuan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan terkecil di tingkat kampung meliputi aparatur kampung, biaya operasional kampung, Alokasi Dana Kampung (ADK), penetapan tapal batas antar kampung serta pengalihan aset Kampung induk dengan kampung pemekaran. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan Penghapusan Kelularahan.(min)

Sumber : Serambinews.com

Warga Kampung Calo Minta Ganti Rugi Lahan

Terkena Proyek Gardu PLN
Sun, Apr 17th 2011, 09:32

TAKENGON - Warga Kampung Calo Blang Gele, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah, yang lahan kebun kopinya terkena proyek pembangunan Gardu Induk (GI) Pembangkit Listrik Tanaga Air (PLTA) Peusangan I dan II meminta kepada PT PLN Proyek Induk Pembangkit Jaringan (Pikitring) Sumatera Utara Riau dan Aceh (SUAR) agar membayar ganti rugi.

Selama ini, petugas PLN dan Pemkab Aceh Tengah hanya menjanjikan ganti rugi, namun, hingga pertengahan April 2011, para pemilik tanah belum menerima uang ganti rugi tersebut. Seorang pemilik tanah, Mahara, Sabtu (16/4) mengatakan, hingga mendekati pengerjaan proyek PLTA Peusangan I dan Peusangan II, belum ada kepastian proses pemberian ganti rugi tanah di kawasan tersebut.

Padahal, kata Mahara, tanaman kopi varietas Tim-tim yang ditanam pada tiga hektare lahan tersebut sudah berusia 10 tahun dan sedang puncak usia produktif. Dalam satu hektar luas lahan, katanya, terdapat 2.000 batang tanaman kopi yang sedang berbuah dan setiap batang dapat menghasilkan Rp 200.000 sekali panen.

Sebelumnya, pihak PLN bersama Pemkab Aceh Tengah pernah berjanji akan membayar ganti rugi tanah di kawasan tersebut sebesar Rp 157.000/meter persegi dan dipotong pajak sebesar Rp 7.000 sehingga pemilik tanah menerima bersih Rp 150.000/meter. Sedangkan setiap batang kopi dibayar Rp 200.000 untuk kelas A. Tanaman kopi kelas A adalah untuk tananam kopi dalam usia puncak produktif sehingga dibayar tinggi. “Kami tak berani lagi merawat kebun kopi, karena takut diambil oleh PT PLN untuk proyek gardu induk PLTA Peusangan,” ujar Mahara yang didampingi sejumlah pemilik tanah lainnya.

Untuk itu, sebut Mahara, PT PLN (Persero) sebagai Pemrakarsa Proyek PLT Peusangan sesuai dengan perjanjian awal, maka harus segera menuntaskan pembayaran ganti rugi, sehingga para pemilik kebun kopi dapat mencari lahan lain sebagai pengganti.

Seperti diketahui, PT PLN (Persero) sebagai Pemrakarsa Proyek PLTA Peusangan I dan II akan mendirikan bangunan Gardu Induk (GI) di tengah-tengah kebun kopi Kampung Calo Blang Gele. Dari GI Kampung Calo Blang Gele itu akan dibangun jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), guna memasok tenaga listrik ke jaringan Interkoneksi PT PLN Jaringan Sumatera Utara di Kota Bireuen. Jaringan SUTT dari Takengon melintasi Kabupaten Bener Meriah hingga ke Bireuen sepanjang 101 kilometer.(min)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 08 Juni 2011

Perusahaan Vietnam Jajaki Investasi di Aceh Tengah

Sat, Apr 9th 2011, 07:56

BANDA ACEH - Sebuah perusahaan swasta Vietnam, NIVL Join Stock Company, menjajaki rencana pembangunan pabrik gula di Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, Provinsi Aceh.”Pemkab Aceh Tengah menyambut baik keinginan investor itu karena kehadiran pabrik gula akan membuka peluang tertampungnya hasil perkebunan rakyat, sekaligus menampung angkatan kerja di daerah ini,” kata Kabag Humas Pemkab Aceh Tengah Windi Darsa, di Takengon, Jumat.

Keinginan perusahaan swasta Vietnam membangun pabrik gula itu terungkap dalam pertemuan dengan para pimpinan NIVL Join Stock Company dan Pemkab Aceh Tengah saat melakukan kunjungan ke Ho Chi Minh City belum lama ini. “Dalam kunjungan ke Vietnam, Bupati Aceh Tengah Nasaruddin didampingi Ketua Komisi B DPRK Aceh Tengah, Said Nosarios, Kadis Koperasi Industri Perdagangan dan ESDM Munzir, serta Dirut BUMD Tanoh Gayo Hasanuddin,” katanya.

Dari perusahaan swasta Vietnam hadir Presiden Direktur NIVL Join Stock Company Nanda Kumar, dan General Manager Mohan Kumar. Bupati Aceh Tengah Nasaruddin mengatakan kehadiran pabrik gula itu diharapkan memberi kesempatan kerja yang luas kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan.”Aceh Tengah kaya sumber daya alam, tidak baik kalau rakyatnya hidup dalam kemiskinan,” katanya.

Ketua Komisi B DPRK Aceh Tengah Said Nosarios mengharapkan kehadiran pabrik gula itu dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat di Aceh Tengah, khususnya petani di Ketol. “Saat ini terdapat sekitar delapan ribu hektare areal perkebunan tebu yang dikelola masyarakat di sejumlah kecamatan di Aceh Tengah. Tebu petani itu dijadikan sebagai produk gula merah,” katanya.(ant)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 07 Juni 2011

Kena Proyek PLTA, Tujuh Hektar Lahan kopi belum Dibebaskan

Thu, Apr 7th 2011, 09:18

TAKENGON-Seluas tujuh hektar lahan kebun kopi yang terkena proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan I dan II di Kampung Atu Tulu, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah belum dibebaskan dan belum dibayar biaya ganti rugi oleh pemrakarsa proyek tersebut, padahal, proyek PLTA Peusangan sedang memulai pengerjaan proyek raksasa itu.

Proyek PLTA Peusangan senilai Rp 2,5 triliun itu dikerjakan oleh perusahaan Hyundai Korea Selatan dengan PT Pembangunan Perumahan (PP) Jakarta yang akan memulai pekerjaannya pada awal April 2011. Seorang warga Kampung Atu Tulu, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, Maskur, Rabu (6/4) mengatakan, sebanyak tujuh hektar lahan kebun kopi yang akan didirikan mesin pembangkit dan jaringan listrik di Kampung Atu Tulu, Kecamatan Bebesen belum dibayar ganti rugi oleh PT PLN Pembangkit Induk Jaringan Sumatera Utara Aceh dan Riau (Pikitring SUAR). Padahal, Sekretaris Kabupaten Aceh Tengah, Drs H Khairul Asmara sudah pernah berjanji akan membayar ganti rugi tanah tersebut pada akhir Desember 2010, namun, hingga kini, realisasi pembayaran ganti rugi itu semakin tak jelas.

Awal tahun 2011, katanya, Pemkab Aceh Tengah sebagai perpanjangan tangan PT PLN Pikitring SUAR berjanji akan melunasi ganti rugi tanah di kawasan Kampung Atu Tulu pada akhir Januari 2011, namun janji itupun tidak pernah ditepati hingga sekarang. Dikatakan Maskur, sejak dijanjikan proses ganti rugi tanah oleh Pemkab Aceh Tengah beberapa tahun lalu, hingga April 2011, Pemkab Aceh Tengah dan PT PLN sebagai pemrakarsa selalu mengingkari janji-janjinya, bahkan, dua orang pemilik tanah yang terkena pembangunan PLTA Peusangan tersebut sudah meninggalkan dunia.

Akibat tidak jelasnya proses ganti rugi tanah tersebut, sebut Maskur, para pemilik tujuh hektar tanaman kopi tersebut tidak lagi merawat tanamannya dan membiarkan dalam semak belukar. “Saya tidak berani lagi merawat tanaman kopi tersebut, karena sebelumnya sudah dijanjikan oleh pemerintah untuk dibangun PLTA Peusangan,” ujar Maskur.

Sebelumnya, kata Maskur, telah ada kesepakatan harga antara pemilik tanah dengan PT PLN yakni Rp 150.000 per meter persegi tanah dan kesepakatan harga ganti-rugi tanah tersebut telah disepakati oleh semua pihak.

Namun, mereka masih menunggu pembayaran ganti rugi oleh perusahaan PT PLN Pikitring SUAR sebagai pemrakarsa proyek tersebut, mereka tidak berani menggarap kebun kopinya. “Kami meminta ganti rugi tanah di Kampung Atu Tulu segera dibayarkan, sehingga status kepemilikan tanah itu jelas,” ujar Maskur.

Pekan lalu, Manager PT PLN Pembangkit Jaringan Sumatera I, Ir Sulaiman Daud mengatakan, dari 254 hektar lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan PLTA Peusangan, seluas 43 hektar diantaranya belum dibebaskan dan belum dibayar uang ganti ruginya.(min)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 01 Juni 2011

YLI Tanami Lahan Kritis di Celala

Sat, Apr 2nd 2011, 09:24

TAKENGON - Yayasan Leuser International yang dibantu oleh New Zealand (YLI-NZAID) melakukan penanaman pohon (penghijauan) pada 32 hektare lahan kritis di Kecamatan Celala, Kabupaten Aceh Tengah. Penanaman pohon pada lahan kritis itu melibatkan empat kelompok tani hutan di kawasan tersebut, sementara penanaman dipusatkan pada lahan-lahan kritis yang dimiliki oleh penduduk setempat.

Project Leader YLI-NZAID, Dr Syahrul, kepada Serambi Jumat (1/4) mengatakan, penghijauan di Aceh Tengah dan Bener Meriah itu adalah bagian dari program perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Aceh. Khusus di Kecamatan Celala, sebanyak 32 hektare lahan kritis di daerah pergunungan dekat perkampungan penduduk ditanami berbagai jenis tanaman. Dua jenis tanaman yang ditanama masing-masing tanaman ekologi seperti Mahoni, Sengon dan Mindi, sementara tanaman bernilai ekonomi seperti durian, coklat dan alpokat.

Disamping dua jenis tanaman itu, sebut Syahrul, di sela-sela tanaman kayu tersebut juga ditanami tanaman tumpang sari seperti kacang-kacangan, cabe dan tomat. Menurut Syahrul, semua bibit tanaman penghijauan dan tanaman tumpang sari diberikan oleh YLI-NZAID dan dalam pelaksanaan di lapangan, para kelompok tani didampingi oleh tenaga teknis yang datang memberikan penyuluhan ke kepada kelompok tani dan diadakan pertemuan dengan kelompok tani secara rutin.

Selain memberikan bantuan bibit tanaman penghijauan, YLI-NZAID juga memberikan dana simpan pinjam dalam bentuk mikro kredit bagi beberapa kelompok ibu-ibu di kawasan itu. Program Agroforestry itu juga melibatkan 13 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Aceh Tengah serta camat setempat.

Dikatakan Syahrul, program perlindungan DAS di Provinsi Aceh meliputi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah yang akan melakukan penghijauan pada 450 hektar lahan kritis pada dua kabupaten itu yakni 250 hektar lahan kritis di Kabupaten Aceh Tengah dan 200 hektar lahan di Kabupaten Bener Meriah. Konsultan NZAID untuk Program Perlindungan DAS di Aceh, George Kuru juga membantau proses penghijauan pada dua daerah itu.(min)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 26 Mei 2011

Jalan Uning Pegantungen Rusak

Wed, Mar 30th 2011, 08:45


Seorang warga melihat kondisi ruas Jalan Dusun Sagi Indah, Kampung Uning Pegantungen, Kecamatan Bies, Aceh Tengah, Selasa (29/3). Ruas jalan sepanjang 600 meter itu becek dan rusak parah sehingga sulit dilintasi kendaraan bermotor. SERAMBI/JALIMIN

TAKENGON - Masyarakat Kampung Uning Pegatungen, Kecamatan Bies, Aceh Tengah, meminta pemerintah setempat memperbaiki jalan masuk ke perkampungan mereka. Jalan satu-satunya yang menghubungkan antara lintas Jalan Takengon-Angkup dengan jalan masuk ke Dusun Sagi Indah, Kampung Uning Pegantungen kini telah rusak parah.

Adli Salim Aman Anhar, warga Kampung Uning Pegantungen mengatakan, jalan sepanjang 600 meter lebih yang dibangun dengan swadaya masyarakat pada tahun 2000 itu belum pernah diperbaiki oleh pemerintah. Padahal, sarana jalan itu sangat dibutuhkan oleh warga kampung itu. Jalan yang berdampingan dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan itu kini becek dan rusak parah, sehingga sukar dilalui kendaraan bermotor.

Katanya, memasuki musim hujan, ruas jalan tersebut digenangi air dan mirip kubangan kerbau. “Kami terpaksa mendorong sepeda motor untuk melintasi jalan tersebut, sementara mobil diparkir di halaman masjid dekat pintu masuk jalan ini,” ujar Adli Salim.

Jalan masuk ke Dusun Sagi Indah, Kampung Uning Pegantungan merupakan jalan buntu yang belum tersambung dengan Kampung Paya Nahu, Kecamatan Bebesen. Bila ruas jalan Dusun Sagi Indah Kampung Unig Pegantungen tersambung dengan Kampung Paya Nahu, maka masyarakat Kampung Uning Pegantungen dapat melewati jalan pintas ini untuk berpergian ke Kota Takengon.(min)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 09 Mei 2011

Dibentuk Forum Sadar Bencana di Gayo

Sat, Mar 26th 2011, 10:18

TAKENGON - Guna memberikan kesadaran terhadap bencana alam dan upaya pengurangan risiko bencana pada dua kabupaten di dataran tinggi Gayo, yakni Aceh Tengah dan Bener Meriah, LSM Karst Aceh membentuk masyarakat sadar terhadap bencana. Direktur Karst Aceh, Abdillah Imran Nasution, Rabu (23/3) mengatakan, dua Forum Komunitas Bencana yang dibentuk yakni Forum Komunitas Bencana Arul Item (Fokusbari) Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah dan Forum Komunitas Bencana Gunung Api Kampung Pante Raya, Kecamatan Wih Pesam, Kabupaten Bener Meriah.

Komunitas Bencana Arul Item (Fokusbari) memiliki visi menciptakan masyarakat Arul Item yang siaga terhadap bencana dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat terhadap kebencanaan. Dasar penentuan Kampung Arul Item dibentuk Forum Komunitas Bencana, lanjut Abdillah, karena kawasan Arul Item sering dilanda tanah longsor dan banjir bandang. Bagi masyarakat Arul Item diberikan pengetahuan tentang membaca early warning system (sistem peringatan dini) terhadap bencana tanah longsor dan banjir bandang tersebut. Dikatakannya, sistem peringatan dini bencana alam untuk Kampung Arul Item berupa suara-suara binatang jenis tertentu di hutan. Dan suara yang dikeluarkan oleh binatang itu merupakan sistem peringatan dini akan datangnya bencana tanah longsor, dan masyarakat dianjurkan segera mengungsi. Sementara sistem peringatan dini terhadap warga yang menghuni sekitar Gunung Berapi Burni Telong Kabupaten Bener Meriah berupa tanda-tanda alam antara lain terjadinya pengungsian besar-besaran koloni burung dan binatang-binatang kecil lain seperti kupu-kupu dan sejenisnya.(min)

Sumber : Serambinews.com

Pemkab Aceh Tengah Komit Bantu PLN

Soal Proyek PLTA Peusangan
Fri, Mar 25th 2011, 17:27

TAKENGON - Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah tetap komit membantu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan I dan II Takengon yang sedang dalam proses pengerjaan awal. Bantuan yang diberikan bagi kelancaran proyek PLTA Peusangan, bukan saja dukungan bentuk kemudahan terhadap regulasi (peraturan-peraturan) daerah serta bantuan lain yang dibutuhkan proyek listrik tersebut, pemkab juga berpartisipasi dalam proses pembebasan tanah dan keramba-keramba ikan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan.
Hal itu dikatakan Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Tengah, Drs Khairul Asmara, Jumat (25/3/2011), menanggapi isu miring seakan-akan Pemkab Aceh Tengah menghalang-halangi kelancaran proyek PLTA Peusangan.
Dikatakan, Pemkab Aceh Tengah telah membantu maksimal untuk pembebasan tanah dan keramba-keramba ikan yang terkena proyek pembangunan PLTA Peusangan. Hingga saat ini, katanya, pemerintah daerah ini telah melengkapi dan memfasilitasi semua administrasi baik tentang tanah maupun keramba ikan yang terkena proyek tersebut.(jalimin)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 04 Mei 2011

Pembebasan Tanah tak Tuntas, Proyek PLTA Peusangan Macet

Thu, Mar 24th 2011, 17:42


Wakil Ketua Komite II DPD-RI, Ir Mursyid bersama dengan sejumlah anggota DPD-RI lainnya sedang berdialog tentang Proyek PLTA Peusangan I dan II di Kampung Sanihen, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, Kamis (24/3). Proyek listrik senilai Rp 2,5 triliun itu terhambat karena belum tuntasnya pembebasan tanah dan jaring apung yang terkena proyek tersebut. SERAMBI/JALIMIN

TAKENGON - Kelanjutan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan I dan II terancam macet, karena proses pembabasan tanah termasuk keramba-keramba di atas Sungai Peusangan belum tuntas.

Warga tetap bertahan dengan biaya ganti rugi sesuai dengan harga pasaran, sementara PT PLN (Persero) sebagai pemrakarsa proyek itu berpatokan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Masalah itu terungkap dalam pertemuan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)-RI dengan para petinggi PT PLN (Persero), Kamis (24/3) di Base Camp Proyek PLTA Peusangan I dan II, Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah.

General Manager Proyek Induk Pembangkit Listrik Jaringan (Pikitring) Sumatera Utara, Aceh dan Riau (SUAR) Bintatar Hutabarat mengatakan, belum ada titik temu tentang harga pembebabasan tanah dan keramba bagi proyek PLTA Peusangan I dan II. Dikatakan, proyek PLTA Peuasangan I dan II sudah ditender secara internasional beberapa bulan lalu dan pemenang proyek tersebut adalah Perusahaan Hyundai dari Korea Selatan dan PT PP dari Indonesia, namun, di lapangan masih ada masalah yang belum tuntas diantaranya pembebasan tanah dan keramba milik masyarakat.

Disebutkan, masalah tanah ini sangat komplek, karena tanah yang akan dibebaskan menyangkut tanah warisan, tanah yayasan, tanah milik PTPN dan hutan lindung, serta hutan konservasi. Dikatakan Bintatar, masyarakat bertahan pada Harga Umum Pasar (HUP) sementara PT PLN (Persero) membayar tanah yang dibebesakan beberapa pesen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), masyarakat juga tidak tahu besaran NJPO untuk tanahnya.

General Manager PT PLN (Persero) Pembangkit Sumatera I, Ir Sulaiman Daud mengatakan, proyek PLTA Peusangan sudah dimulai sejak tahun 1996, namun akibat konflik Aceh, proyek listrik tertunda bebarap tahun, kemudian dilunjutkan lagi tahun 2008 lalu. Proyek PLTA Peusangan I dan II didanai oleh Japan Bank International Cooporation (JBIC) sebesar Rp 2,5 triliun dengan suku bunga 0,75 persen pertahun. Pemenang Proyek, Hyundai Korea Selatan dan PT PP dari Indonesia mulai pengerjaan fisik (Civil Works) dimulai April 2011. Proyek PLTA Peusangan diperkirakan memiliki kemampuan produksi selama 30 tahun. Dari 254 hektare yang terkena proyek PLTA Peusangan, 43 hektare diantaranya belum selesai pembebasan.

Anggota DPD Asal Aceh, Ir Mursyid mengatakan, kecewa dengan sikap Pemkab Aceh Tengah yang tidak mau menghadiri pertemuan antara PT PLN (Persero) dengan anggota DPD-RI, padahal, masalah pembebasan tanah dan keramba-keramba apung di sepanjang Sungai Peusangan menjadi tugas pemerintah setempat. Dikatakannya, data tim independen Universitas Sumatera Utara (USU), jumlah keramba yang dibebaskan sebanyakl 306 buah, namun Pemkab Aceh Tengah mengklaim jumlah keramba yang harus dibebaskan sebanyak 388 buah. “Pemerintah Aceh Tengah harus serius menanngani masalah pembebasan tanah dan keramba untuk Proyek PLTA Peusangan, sehingga proyek tersebut tidak macet,” ujar Ir Mursyid yang juga putra Gayo itu.

Sebanyak orang anggota Komite II DPD-RI yang berkunjung ke Aceh Tengah yakni Bambang Susilo (Kaltim/Ketua), Ir Mursyid (Aceh/Wakil Ketua) dan sembilan anggota masing-masing, Ir Abdul Jabar Toba (Sultra), Ahmad Malonda (Sulteng), Abdul Azis (Sumsel), Abraham Lianto (NTT), M Syakur (Jambi), Jasarmen Purba (Kepri), Parlindungan Purba (Sumut), Reza Fahlevi (Sumbar) dan Ahmad Subadri anggota DPD-RI dari Provinsi Banten.(min)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 02 Mei 2011

Mencegah Banjir Luapan, Warga Minta Pemerintah Bangun Tanggul

Sat, Mar 19th 2011, 09:22

TAKENGON - Warga Toweren, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah, meminta Pemkab setempat dan Pemerintah Aceh, untuk dapat segera membangun tanggul di sepanjang aliran sungai yang melintasi kampung mereka. Pasalnya, usulan pembangunan tanggul itu dilakukan, untuk mencegah banjir luapan seperti yang terjadi beberapa pekan yang lalu di kampung itu.

Permohonan untuk pembangunan tanggul di daerah Toweren, sudah tiga kali diusulkan oleh masyarakat setempat ke Pemerintah Aceh, namun sampai saat ini belum ada realisasinya. “Permohonan pembangunan tanggul itu langsung kami usulkan ke Pemerintah Aceh karena kalau diusulkan ke Pemkab rasanya tidak mungkin karena pembangunan tanggul itu membutuhkan biaya cukup besar. Dan seingat saya usulan yang kami layangkan sudah tiga kali,” kata Akmal, Keuchik Kampung Toweren Musara kepada Serambi Jumat (18/3).

Ia katakan, banjir luapan yang terjadi di Toweren, merupakan pemandangan yang sudah biasa terjadi di kampung itu setiap memasuki musim penghujan. Faktor penyebab terjadinya banjir luapan itu salah satunya karena kondisi kanan-kiri aliran sungai belum dibangun tanggul sehingga air yang meluap meluber ke areal persawahan warga bahkan sempat merendam rumah warga di daerah itu. “Kalau banjir luapan hampir setiap musim hujan terjadi di kampung ini dan sebelum tanggul ini dibangun kemungkinan untuk tahun-tahun berikutnya akan terjadi yang sama,” sebut Akmal.

Menurutnya, kondisi aliran sungai di Toweren yang memerlukan pembangunan tanggul sepanjang sekitar 1,5 kilometer, dihitung mulai dari irigasi pertama hingga ke kuala sungai itu. Pembangunan itu menjadi prioritas pertama untuk mencegah terjadinya banjir luapan. Berdasarkan catatan Serambi banjir luapan yang terjadi pada Rabu (9/3) lalu di Kampung Toweren, menyebabkan terendamnya sembilan rumah warga di daerah itu. Dan sejumlah areal persawahan warga ikut tersapu banjir luapan. Dan di daerah Kampung Isak, Kecamatan Linge, banjir luapan sempat merendam puluhan rumah warga di daerah itu serta menggenangi areal persawahan warga.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Kemukiman Pameu Masih Terisolasi

Mon, Mar 14th 2011, 17:38

TAKENGON – Warga Kemukiman Pameu (Gayo: Pamar), Kecamatan Rusip Antara, Aceh Tengah,sudah lima hari terisolasi, menyusul longsornya badan jalan di kawasan Arul Sane, Kampung Camp Laot.
Kemukiman Pameu terisolasi sejak badan jalan longsor sepanjang 40 kilometer di Arul Sane, akibatnya, warga terpaksa melansir sembako dengan berjalan kaki untuk dipasok bagi kebutuhan warga lima kampung di kemukiman paling jauh dari Takengon itu.
Kepala Kampung (Keuchik) Tanjung, Kemukiman Pameu, Bukhari, Senin (14/3/2011), mengatakan, longsornya badan jalan di kawasan Arul Sane terjadi, Kamis (10/3/2011) saat hujan deras mengguyur ruas jalan Takengon-Pameu beberapa hari lalu. Akibat musibah tanah longsor itu, sebutnya, arus trasnportasi Takengon-Pameu terputus, jalan yang longsor itu hanya dapat dilalui dengan berjalan kaki, sementara kendaraan bermotor roda empat tidak dapat melewati tanah longsor tersebut.
Beberapa bulan lalu, kata Bukhari, pernah terjadi tanah longsor yang tidak jauh dari lokasi tanah longsor sekarang, namun, longsoran badan jalan saat itu tidak separah kerusakan badan jalan yang terjadi lima hari lalu. Longsoran badan jalan sepanjang 40 meter di Arul Sane, saat badan jalan turun beberapa meter dan sebagian jatuh ke dalam jurang sedalam 20 meter. Untuk memperbaiki jalan yang longsor itu, katanya, diperlukan pemasangan bronjong dan butuh waktu yang lama.(jalimin)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 21 April 2011

Lintas Beutong-Takengon Putus 10 Jam

19 Titik Longsor di Kecamatan Celala
Sun, Mar 13th 2011, 08:36


Satu unit alat berat dikerahkan untuk memindahkan tanah yang menimbun ruas jalan Takengon menuju Kecamatan Celala, Kabupaten Aceh Tengah, Sabtu (12/3). Ruas jalan itu sempat terputus selama 10 jam karena tertimbun tanah longsor sepanjang 40 meter yang terjadi Jumat (12/3) malam sekitar pukul 21.00 WIB. SERAMBI/MAHYADI

TAKENGON - Hujan deras yang melanda Kabupaten Aceh Tengah sejak sepekan terakhir selain telah menyebabkan banjir luapan di sejumlah lokasi, juga menimbulkan 19 tiotik longsor di lintasan jalan provinsi Beutong Ateuh -Takengon via Kampung Kuyun, Kecamatan Celala, Aceh Tengah. Bahkan, longsor yang terjadi, Jumat (11/3) malam di Kampung Kuyun Uken, menyebabkan akses jalan tersebut sempat terputus selama 10 jam lebih.

Ruas jalan Takengon-Kecamatan Celala via Kuyun, merupakan jalur menuju Beutong Ateuh, Kabupaten Nagan Raya. Jalan yang beberapa bulan lalu baru dilakukan pelebaran tersebut, kembali mengalami kerusakan lantaran banyaknya titik longsoran di sepanjang jalan itu selama memasuki musim hujan.

Akibatnya, kondisi ruas badan jalan mulai mengecil karena banyaknya tumpukan tanah yang jatuh ke ruas jalan. Dan sebagian badan jalan mulai mengalami kerusakan karena banyaknya terdapat lubang yang menganga di tengah lantaran tergerus air hujan.

Sementara itu sebagian besar timbunan tanah yang menutupi sebagian ruas jalan Takengon-Celala, sebanyak belasan titik hingga saat ini belum dilakukan pengerukan. Hanya di lokasi longsoran yang terjadi malam kemarin di Kampung Kuyun Uken. Sedangkan belasan titik longsoran di sepanjang ruas jalan Takengon-Celala via Kuyun masih dibiarkan bertumpuk di tengah badan jalan.

Menurut warga setempat yang ditanyai Serambi, tanah longsor yang terjadi di daerah Kampung Kuyun Uken, Kecamatan Celala, yang terjadi Jumat (11/3) malam, sempat memutuskan akses menuju Kecamatan Celala maupun ke arah Kota Takengon. Tanah longsor menutup ruas jalan sepanjang 40 meter di Kampung Kuyun, baru bisa dilalui setelah satu unit alat berat diturunkan untuk melakukan pengerukan tanah.

“Semalam sama sekali nggak bisa lewat kendaraan karena tumpukan tanahnya cukup tinggi menutup badan jalan,” kata warga Kuyun Uken.

Kondisi longsoran yang terjadi di Kampung Kuyun Uken terbilang cukup parah karena areal kebun kopi milik warga ikut terbawa longsoran sehingga dipastikan ratusan batang kopi rusak terbawa longsoran. Selain itu, kondisi tanah longsor hanya berjarak sekitar 20 meter dari perumahan warga.

“Sampai dengan saat ini kondisinya tidak ada warga yang diusingkan. Tetapi kalau kondisi cuaca terus menerus diguyur hujan dan jika kondisinya semakin parah dimungkinkan warga yang tinggal di dekat tanah longsor akan diungsikan,” kata Camat Celala, Drs Mursalin.

Alat berat yang bekerja memindahkan tanah yang menimbun ruas jalan di Kampung Uken, dibantu beberapa unit dumptruck untuk mengangkut tanah. Alat berat yang melakukan pemindahan tumpukan tanah selain dijaga oleh sejumlah personel dari Polsek Celala, juga dikawal oleh Camat Celala Drs Mursalin, Kepala Dinas PU, Drs Taufik MM serta salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah, Bardan Sahidi.

Ruas jalan Pepalang-Kuyun ini adalah lintasan setrategis, yang menghubungkan Kecamatan Pegasing dan Kecamatan Celala merupakan jalan alternatif yang menghubungkan Kabupaten Aceh Tengah dengan Kabupaten Nagan Raya. Selama musim penghujan ini daerah tersebut merupakan salah satu kawasan rawan longsor.

“Untuk itu saya minta kepada pemerintah daerah agar lebih sigap dan meningkatkan kewapadaan dini, untuk daerah rawan bencana banjir dan tanah longsor, sehingga tidak berdampak buruk terhadap akses perhubungan dan ekonomi rakyat,” sebut Bardan Sahidi politisi PKS itu.(min/c35)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 20 April 2011

Toweran Diterjang Banjir Luapan

Fri, Mar 11th 2011, 10:24


Seorang warga memperhatikan air yang meluap hingga merendam salah satu meunasah di Kampung Toweren Musara, Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah Rabu (9/3) malam sekitar pukul 21.00 WIB. Akibat kejadian itu sekitar sepuluh rumah terendam banjir bandang dan enam Kepala Keluarga sempat diungsikan.SERAMBI/MAHYADI

TAKENGON - Wilayah dataran tinggi Gayo, tepatnya kawasan Toweran, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah disapu banjir akibat meluapnya beberapa aliran sungai di kawasan itu. Musibah itu memunculkan panik massal, dan menurut data setidaknya ada sembilan rumah di Toweran Musara dan Toweran Uken yang terendam.

Banjir luapan itu diakibatkan hujan deras sepanjang Rabu (9/3) petang disusul banjir yang menerjang secara tiba-tiba sekitar pukul 21.00 WIB. Ada enam kepala keluarga sempat diungsikan.

Selain merendam rumah, areal persawahan ikut tersapu menyebabkan tanaman pertanian masyarakat rusak. Dua rumah ibadah dan satu pabrik penggilingan padi juga terkena imbasnya. Bahkan ruas jalan Takengon-Bintang sempat tergenang.

Menjelang tengah malam air muluai surut bersamaan dengan meredanya hujan. Namun hingga kemarin masyarakat masih was-was karena banjir susulan bisa saja terjadi sewaktu-waktu karena hujan yang masih lebat di pegunungan.

Kepala Kampung Toweren Musara, Akmal didampingi sekdes-nya kepada Serambi mengatakan, sebanyak sembilan rumah dengan jumlah 12 KK terendam banjir dan sekitar enam KK di antaranya terpaksa di ungsikan ke gedung PAUD di Kampung Toweren Uken. “Ini musibah rutin setiap kali hujan lebat,” kata Akmal.

Menurut Akmal, kawasan itu rawan banjir karena sungai yang melintasi Toweran Musara dan Toweran Uken belum dibangun tanggul pengaman. Camat Lut Tawar, Subhandy, mengatakan, hingga kemarin tidak ditemukan kerusakan parah akibat banjir luapan itu. Pemkab Aceh Tengah telah menyalurkan bantuan masa panik. Para korban yang sempat mengungsi sudah kembali dan membersihkan rumah yang sempat terendam sambil mengumpulkan barang-barang yang terpaksa dipindahkan ke tempat aman.

Menurutnya, penanggulangan bencana serupa adalah pembangunan pembangunan tanggul sungai namun sebelum langkah itu direalisasikan masyarakat diimbau bergotong-royong membersihkan aliran sungai agar aliran air menjadi lancar.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 18 April 2011

Anggota DPRK Aceh Tengah : Pembangunan belum Sentuh Kebutuhan Dasar Rakyat

Thu, Mar 10th 2011, 08:10

TAKENGON - Sepanjang satu dasawarsa terakhir, pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dinilai belum menyentuh pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Pembangunan yang dijalankan pemerintah lebih berorientasi pada tata kelola administrasi, pencitraan pemerintah, peningkatan sarana infrastruktur, dan bantuan sosial yang bersifat instan (sementara), sehingga tidak berdampak pada peningkatan kualitas hidup dan upaya pemandirian masyarakat baik secara ekonomi maupun sosial lainnya.

Di samping itu, belum tertata dengan baik koordinasi antar Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) Aceh Tengah antara satu program dengan program lainnya. Akibatnya, visi dan misi Kabupaten Aceh Tengah tidak tercapai. Sementara pembangunan yang menyentuh kebutuhan dasar seperti ketersediaan makan, minum, pendidikan, layanan kesehatan dan sanitasi lingkungan, rasa aman, peningkatan penghasilan kelurga dan keberlangsungan hidup keluarga belum terpenuhi.

Hal itu dikatakan Anggota DPRK Aceh Tengah, Bardan Sahidi, saat pelaksanaan kegiatan Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Hasil Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat Kampung dan Kecamatan dalam Forum SKPK Aceh Tengah, Rabu (9/3) di Oproom Setdakab Aceh Tengah.

Dikatakannya, sebagai tolok ukur rendahnya kualitas hidup rakyat di Kabupaten Aceh Tengah, masih banyak ditemukan penderita gizi buruk, penyakit hidrocepallus, malaria, Deman Berdarah Dengue (DBD), tingginya angka kematian ibu dan bayi serta penyakit-penyakit akibat minimnya asupan gizi masyarakat.

Selain itu, kata Bardan Sahidi, sebaran tenaga pendidik masih menumpuk di seputaran Kota Takengon, ketersediaan air bersih dan sanitasi lingkungan masih di bawah standar, tingginya angka kesakitan akibat lingkungan yang tidak sehat serta membludaknya permintaan bantuan sosial perorangan dan kelompok kepada Pemkab Aceh Tengah. Gejala ini merupakan bukti lemahnya upaya peningkatan pendapatan warga serta lemahnya kualitas hidup secara keseluruhan masyarakat dataran tinggi Gayo.

Dalam Forum SKPK Aceh Tengah ini, katanya, menjadi momentum strategis untuk merumuskan program kerja yang akan dibiayai APBK Aceh Tengah untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat Gayo secara bermartabat dengan penyusunan anggaran yang menyentuh kehidupan masyarakat luas.

“Melalui Forum SKPK ini diharapkan mampu merumuskan kebijakan anggaran untuk pemenuhan kebutuhan dasar yang lebih menyentuh hajat hidup masyarakat daerah penghasil kopi itu,” ujar Bardan.

Usai Forum SKPK Aceh Tengah yang berlangsung sehari itu dilanjutkan dengan Musrenbang tingkat Kabupaten Aceh Tengah, Selasa (15/3) di Gedung DPRK Aceh Tengah.(min)

Sumber : Serambinews.com

Jumat, 15 April 2011

Produksi Kopi Gayo Merosot Tajam

* Harga Jual Capai Level Tertinggi
Sun, Mar 6th 2011, 09:02

TAKENGON - Produksi kopi gayo (arabika) di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah beberapa tahun terakhir ini dilaporkan merosot tajam. Beruntung di tengah kondisi tersebut, petani masih sedikit tertolong oleh naiknya harga jual yang saat ini sedang berada di level tertingginya.

Petani kopi di Takengon, Andi, mengungkapkan, penyusutan produksi kopi yang terjadi cukup besar, mencapai 50 persen dari rata-rata produksi. Biasanya, rata-rata produksi biji kopi yang dicapai per hektarenya mencapai 300 sampai 500 kilogram. “Namun sekarang ini, jangankan mencapai 300 kilogram, setengah dari hasil itu saja sulit didapat,” katanya kepada Serambi, Sabtu (5/3).

Dia tidak mengetahui persis penyebab penurunan produksi tersebut. Namun ada beberapa versi yang diperoleh Serambi, di antaranya karena faktor umur tanaman yang sudah tua, serangan hama, serta faktor dampak dari pemanasan global.

“Penurunan produksi kopi ini terjadi tidak hanya di Aceh Tengah dan Bener Meriah, tetapi juga di negara-negara penghasil kopi lainnya. Penyebabnya pemanasan global (global warming),” kata pedagang pengumpul biji kopi di Paya Tumpi, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah, Abd Kahar.

Informasi lain, susutnya produksi kopi terjadi karena serangan hama jamur akar dua tahun terakhir. Salah seorang petani, Irwanto AB, mengaku bahwa sebagian tanaman kopi miliknya mati akibat terserang hama tersebut.

Menurut petani lainnya di kawasan Paya Tumpi, Marzuki, hama jamur akar itu menyerang tanaman kopi non organik dengan penggunaan pupuk pestisida. Sebagian tanaman kopi miliknya yang tidak menggunakan pestisida masih aman dari serangan hama tersebut.

Perlu penelitian
Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Kabupaten Bener Meriah, Ir Darusallam, belum berani memastikan adanya keterkaitan antara pemanasan global tersebut dengan susutnya produksi kopi.

Penurunan yang terjadi selama ini menurut dia karena beberapa sebab, salah satunya perubahan pola tanam dari non organik menjadi organik, serta karena umur sebagian tanaman yang sudah tua dan perlu peremajaan. Darussalam menyebutkan, sebagian besar tanaman kopi berusia di atas 25 tahun sehingga produksinya menjadi kurang maksimal.

“Memang faktor cuaca juga mempengaruhi produksi kopi. Tetapi saya belum berani menjawab ini terkait dengan global warming (pemanasan global) karena untuk membuktikan hal itu perlu penelitian secara khusus,” katanya.

Level tertinggi
Beruntung di tengah penurunan produksi tersebut, harga kopi justeru sedang naik-naiknya, dan telah berada di level tertinggi sepanjang beberapa tahun terakhir. Untuk kopi gelondongan misalnya, harga jual mencapai Rp 100.000 hingga Rp 110.000 per kaleng.

Sedangkan untuk kopi gabah harganya berkisar antara Rp 26.000 hingga Rp 28.000/kilogram, dan kopi hijau (green coffe) dengan kadar air 14 persen dibenderol Rp 56.000 hingga Rp 58.000 per kilogram.

Kenaikan harga biji kopi tersebut terjadi sejak Oktober 2010 kemarin dan berlangsung secara bertahap. Petani, Andi mengatakan, harga saat ini merupakan yang tertinggi yang pernah terjadi.

“Selama empat bulan terakhir harga jual kopi terus meningkat, namun justru hasil produksi yang semakin menurun,” tambah pedagang pengumpul, Abd Kahar.(c35/ant)

Sumber : Serambinews.com

Hutan Takengon Kembali Terbakar

Sun, Mar 6th 2011, 08:52


Kebakaran Hutan
Seorang petugas pemadam kebakaran berupaya memadamkan api yang sedang membakar ilalang di kawasan hutan pinus Bur Gayo, Kampung Bale Bujang, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah Sabtu (5/3). Setiap memasuki musim kemarau, kawasan hutan di seputaran Danau Laut Tawar, sering terbakar.SERAMBI/MAHYADI

TAKENGON - Seperti setiap musim kemarau, kebakaran hutan di sekitar Danau Laut Tawar, kembali terjadi. Sabtu (5/3) pagi, sekitar pukul 10.30 WIB, api melahap kawasan hutan damar di daerah Gunung Gayo, Kampung Bale Bujang, Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah.

Beruntung, sejumlah petugas Polisi Hutan (Polhut) dibantu petugas pemadam kebakaran dengan cepat terjun ke lokasi kejadian sehingga api berhasil dipadamkan namun sempat melahap sebagian ilalang yang ada di kawasan hutan pinus itu.

Namun, pada kebakaran hutan ini justru petugas upas api (relawan pemadam api) yang seharusnya menjaga kawasan itu dari kebakaran hutan, tidak terlihat membantu melakukan pemadaman api yang telah melahap ilalang di seputaran hutan pinus.

Untuk memadamkan api, salah seorang petugas dari Polhut, yang datang lebih dulu ke lokasi kebakaran, langsung mengambil tindakan berupaya untuk memadamkan api menggunakan peralatan ranting kayu sehingga api tidak sempat merembet lebih luas. Sekitar 10 menit kemudian, satu unit armada pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan api yang telah membakar hutan di Gunung Gayo, membantu personel Polhut yang duluan tiba di lokasi.

“Seharusnya petugas upas api yang menjaga kawasan hutan di daerah ini harus segera bertindak jika terjadi kebakaran hutan. Tetapi sampai api padam, tak seorangpun petugas upas api nampak batang hidungnya membantu memadamkan api. Apalagi ini kan musim kemarau paling tidak mereka harus memantau jika ada terlihat titik-titik api,” keluh salah seorang warga yang ditemui Serambi di lokasi kejadian Sabtu (5/3).

Menurut warga yang enggan namanya disebutkan ini, petugas upas api yang telah dipercaya untuk menjaga kawasan hutan di daerah itu, seharusnya lebih sering melakukan pemantauan jika muncul beberapa titik api di wilayah tugas mereka masing-masing, sehingga antisifasi kebakaran hutan bisa lebih maksimal dilakukan.

“Petugas upas api ini masih lamban. Padahal mereka diberi tulah dalam menjalankan tugas. Selain itu juga pemerintah seharusnya tidak bosan menghimbau masyarakat agar tidak membakar ilalang di kawasan hutan lindung ini,” ungkapnya.

Amatan Serambi, sejumlah petugas Polhut yang mencoba melakukan pemadaman api yang membakar kawasan hutan itu, tidak dilengkapi dengan peralatan semestinya namun hanya mengandalkan ranting kayu untuk memadamkan api. Bahkan sebagian dari mereka hanya mengunakan sandal menapaki untuk memadamkan api yang sedang berkobar membakar ilalang.

“Beberapa hari lalu, ada rekan kami yang cedera karena terinjak tunggul kayu yang baru terbakar. Perlengkapan kami untuk memadamkan api hanya bermodalkan ranting kayu saja,” tutur Kurniawan, salah seorang personel Polhut.

Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Aceh Tengah, Ir Syahrial yang dihubungi Serambi, Sabtu (5/3) melalui telepon selulernya untuk menanyakan upaya yang akan dilakukan dinas tersebut dalam mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan seperti tahun-tahun sebelumnya, tidak mendapat jawaban.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 11 April 2011

Anggota DPRK Aceh Tengah : Musrenbang bukan Sekadar Formalitas

Thu, Mar 3rd 2011, 08:43

TAKENGON - Anggota DPRK Aceh Tengah, Bardan Sahidi menyatakan, Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) bukan sekadar formalitas atau hanya sebatas rutinitas tahunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab).

Hal itu ia katakan, sehubungan kegiatan Musrenbang se-Kabupaten Aceh Tengah, yang dilaksanakan serentak di 14 kecamatan, guna menyusun dokumen perencanaan pembangunan di tahun anggaran 2012 mendatang. Pelaksanaan Musrenbang yang dilaksanakan di masing-masing kantor camat yang berakhir Selasa (1/3), di Kantor Camat Kecamatan Pegasing.

Bardan Sahidi mengatakan, proses perencanaan pembangunan haruslah dimulai dari masyarakat bawah, tingkat kampung, kecamatan hingga kabupaten. Dengan melibatkan partisipasi masyarakat termasuk perempuan, yang tergabung dalam delegasi kampung.

“Banyak keluhan yang disampaikan oleh masyarakat kepada kami anggota DPRK, bahwa usulan kegiatan pembangunan dalam dokumen perencanaan tidak terealisasi. Bahkan ada yang mengusul bertahun-tahun tak kunjung dikerjakan,” kata anggota dewan dari PKS ini.

Menurutnya, usulan yang belum terealisasi itu akan menjadi prioritas serta advokasi kepada Pemkab Aceh Tengah, untuk segera diselesaikan dan dewan juga akan mempertanyakan kepada SKPK terkait, tentang kendala dan penghambat sehingga tidak dikerjakan secara tepat waktu.

“Seluruh hasil Musrenbang kecamatan, akan menjadi prioritas kerja dan perhatian utama dalam proses penyusunan anggaran tahun 2012 mendatang, sehingga tidak ada usulan pembangunan yang loncat pagar selain dari usulan musrenbang,” ungkapnya.(c35)

Sumber : Serambnews.com

Senin, 28 Maret 2011

16 Karyawan PT Alas Helau Mengadu ke LBH

Merasa Ditelantarkan Bertahun-tahun
Thu, Feb 17th 2011, 09:25

TAKENGON - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Pos Takengon, menerima pengaduan lima orang perwakilan dari 16 karyawan PT Alas Helau Aceh Tengah, yang telah bertahun-tahun merasa ditelantarkan oleh perusahaan mereka.

Pengaduan karyawan PT Alas Helau dilaporkan ke LBH pada akhir Januari 2011 lalu, lantaran sampai sekarang belum ada kejelasan status dari tempat mereka bekerja. Sementara perusahaan tersebut telah lama hengkang dari Kabupaten Aceh Tengah.

Padahal, menurut perwakilan dari 16 karyawan PT Alas Helau tersebut, rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) telah diberitahukan dengan surat No 049/SK-DIR/AH/VII/2005, tanggal 12 Juli 2005, namun sampai sekarang dari 16 karyawan itu seluruhnya belum pernah diputuskan hubungan kerjanya, sementara sejak 2001 hingga awal 2011 ke 16 karyawan PT Alas Helau Perwakilan Aceh Tengah ini, tidak lagi menerima gaji.

Ke-16 karyawan PT Alas Helau tersebut adalah, Ir M Sarkati, Made Suarna Putra, Syukurdi, Syamsul Bahri, Nasaruddin, Erwinsyah, Hamzah, Darwis Panggabean, Syamsul Bahri.U, Arifin SPd, Thamrin MY, Parman, Sukatman, Isman Effendi, Abubakar, dan Albadri.

Koordinator LBH Banda Aceh Pos Takengon, Moch Ainul Yaqin, kepada Serambi, Selasa (15/2) mengatakan, berdasarkan keterangan salah seorang karyawan yang mengadukan perkaranya ke LBH, PT Alas Helau Perwakilan Aceh Tengah, meninggalkan karyawannya ketika Aceh, dilanda konflik pada tahun 2001.

Ratusan karyawan sempat terlantar beberapa tahun dan akhirnya sekitar 510 karyawan di-PHK dan diberikan pesangon. “Sedangkan 16 karyawan tersebut belum mendapatkan pesangon hingga saat ini,” kata Moch Ainul Yaqin mengutip keterangan keterang karyawan PT Alas Helau.

Dikatakan, LBH Banda Aceh, Pos Takengon sebagai pendamping 16 karyawan PT Alas Helau akan melayangkan surat mohon penjelasan ke pihak perusahaan untuk menanyakan kejelasan karyawan tersebut. Karena, walaupun perusahaan tidak beroperasi, tetapi masih berkewajiban membayar gaji karyawan sejak tahun 2001 hingga sekarang.

“Hal tersebut berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 93 ayat (2) huruf f, yang pada intinya pengusaha wajib membayar upah apabila, pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha,” terang Moch Ainul Yaqin.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 17 Maret 2011

Petani Strauberri Takengon Kesulitan Basmi Semut

Wed, Feb 2nd 2011, 09:05

TAKENGON - Petani strauberi di Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, kesulitan untuk membasmi hama semut yang menyerang buah strauberi milik mereka. Mereka enggan menggunakan obat-obatan yang mengandung zat kimia untuk mengusir hama semut lantaran takut merusak kualitas serta khawatir buah strauberi akan tercemar bahan kimia. Akibatnya, sebagian buah strauberi membusuk karena diserang hama semut.

Idris, salah seorang pengelola kebun strauberri di Blang Bebangka, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, kepada Serambi, Minggu (30/1) menyebutkan, serangan hama semut merupakan kendala terbesar dalam pengembangan buah strauberri di daerah itu. Pasalnya, buah strauberri yang siap panen sebagian membusuk karena dimakan oleh semut.

“Ada juga siput tanah yang mau memakan buah strauberri tapi lebih parah serangan hama semut karena buah strauberri kan manis sehingga semut tertarik untuk memakan buah yang hampir masak,” sebut Idris

Ia katakan, dalam waktu tiga hari sekali sekitar 15 kilogram buah strauberri dipetik dari kebun miliknya namun sekitar dua kilogram tidak bisa dipasarkan karena sebagian telah membusuk diserang hama semut. Untuk saat ini kata Idris, ia kesulitan untuk mengusir hama semut yang telah menyerang tanaman buah strauberri miliknya karena tidak berani menggunakan obat-obatan mengandung zat kimia.

“Kami nggak berani pakai zat kimia untuk mengusir hama semut karena nanti kan buahnya dimakan orang. Apalagi buah strauberri ini kulitnya tipis sehingga kalau obat kimia kan bahaya,” katanya.

Sebelumnya para petani strauberri di daerah itu, kesulitan dari segi pemasaran buah namun justru untuk saat ini, hasil produksi buah strauberri tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Pemasaran buah strauberri selain untuk memenuhi kebutuhan lokal juga dipasarkan hingga ke luar daerah. Harga buah strauberi dijual dari petani kepada para pedagang sekitar Rp 50 ribu perkilogram.

“Kami tidak bisa memenuhi permintaan pasar karena minimnya hasil produksi. Untuk saat ini dari jumlah 30 ribu batang strauberri bisa menghasilkan sekitar 15 kg buah strauberi setiap tiga hari sekali dan sekitar dua kilo busuk diserang semut,” ungkap Idris.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 14 Maret 2011

Pabrik Bio-Ethanol Terancam Jadi Besi Tua

Mon, Jan 31st 2011, 20:02

TAKENGON – Pabrik bio-ethanol yang dibangun di Kampung Buter, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, terancam jadi besi tua, pasalnya, sejak dibangun dua tahun lalu, pabrik prosesing bahan bakar alternatif itu belum beroperasi hingga sekarang. Padahal, semua bagian-bagian pendukung mesin itu sudah lengkap dan siap beroperasi untuk mengubah bahan baku air tebu atau nira menjadi bahan bakar kendaraan atau alkohol untuk kebutuhan obat-obatan dan farmasi lainnya.

Pabrik Bio-ethanol itu dibangun dengan dana bantuan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia tahun anggaran 2009 dengan nilai proyek Rp 6 miliar lebih. Pabrik bio-Ethanol tersebut dibangun di sentra penghasil tebu terbesar di Kabupaten Aceh Tengah guna memasok bahan baku untuk pabrik bio-ethanol tersebut. Namun, hingga awal tahun 2011, pabrik Bio-Ethanol itu tidak beroperasi, bahkan bagian-bagian mesin mulai berkarat dan keropos karena tidak digunakan. Sejumlah warga Aceh Tengah mempertanyakan keberadaan pabrik bio-ethanol tersebut, dan berharap segera beoperasi.(jalimin)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 07 Maret 2011

Dua Varietas Kopi Gayo Raih Sertifikat Mentan

Fri, Jan 28th 2011, 19:47

TAKENGON – Dua--dari tiga--varietas Kopi Arabika Gayo yang diusulkan kepada Kementerian Pertanian (Mentan) resmi memperoleh sertifikat pelepasan sebagai varietas unggul nasional.

Dengan pelepasan dua varietas kopi Arabika Gayo itu, maka dua varietas harapan itu sudah dapat dikembangkan dan dibudidayakan oleh para petani di dataran tinggi Gayo dan daerah-daerah penghasil kopi lainnya.

Ketua Tim Pelepasan Varietas Kopi Gayo, Ir T Iskandar MSi, Jumat (28/1/2011), mengatakan, dua varietas kopi Arabika Gayo yang memperoleh sertifikat pelepasan sebagai bibit unggulan oleh Mentan yakni Kopi Arabika Gayo varietas Gayo 1 dan varietas Gayo 2, sementara varietas P-88 ditunda pelepasannya dan masih dalam pengkajian Direktorat Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian.

Sedangkan dalam permohonan pelapasan bibit kopi unggul Kopi Arabika Gayo yang diusulkan yakni Varietas Tim-tim, Bor-bor dan P-88 Dalam sertifikat pelepasan bibit unggul nasional, kata Iskandar, varietas Tim-tim dirubah namanya menjadi varietas Gayo 1 dan Bor-bor menjadi Gayo 2.(jalimin)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 03 Maret 2011

Arul Item Pilot Project Penanggulangan Bencana Alam

Mon, Jan 24th 2011, 08:45

TAKENGON - Kampung Arul Item, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah dijadikan pilot project (proyek percontohan) bagi upaya pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan di daerah itu. Dipilihnya Kampung Arul Item sebagai kampung siaga bencana, karena letak kawasan ini berada di daerah rawan tanah longsor dan bencana banjir bandang.

Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten (BPBK) Aceh Tengah Masrizal Edy SE Ak MM, Minggu (23/1) mengatakan, Program pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan di Kabupaten Aceh Tengah itu kerja sama kemitraan antara BPBK Aceh Tengah dengan Karst Aceh selama satu tahun, mulai Desember 2010 hingga Desember 2011.

Sebagai kawasan pilot project pengurangan risiko bencana di Kabupaten Aceh Tengah, kata Masrizal Edy, Karst Aceh bersama dengan BPBK Aceh Tengah, melatih sebanyak 30 warga Kampung Arul Item tentang pengetahuan seluk-beluk bencana alam tanah kongsor dan cara menyelamatkan diri bila terjadi bencana alam. Workshop tentang Pengurangan Risiko Bencana dan Kesiapsiagaan berlangsung tgl 22-23 Januari 2011 di Kampung Arul Item.

Dikatakannya, dari 30 peserta yang dilatih itu diharapkan akan memberikan pengarahan kepada warga lain yang berada di kawasan rawan bencana guna persiapan menghadapi musibah bencana alam yang sering melanda Kabupaten Aceh Tengah. Dengan pelatihan ini, Kampung Arul Item akan dijadikan percontohan untuk penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) tentang Program Pengurangan Risiko Bencana dan Kesiapsiagaan Bencana di Kabupaten Aceh Tengah.

Selama pelatihan, para peserta dipandu oleh tenaga-tenaga ahli geologi dari Dinas Koperasi Perdagangan Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh Tengah dan Karst Aceh. “Dengan pelatihan ini, masyarakat Kampung Arul Item dan masyarakat Aceh Tengah lainnya memahami tentang tatacara menyelamatkan diri saat bencana dan faham tentang peta rawan bencana di dataran tinggi Gayo,” ujar Masrizal Edy.(min)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 02 Maret 2011

Infrastruktur Aceh tertinggal

Wednesday, 19 January 2011 11:01

TAKENGEN - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh kurang memperhatikan pembangunan di wilayah Kabupaten Bener Meriah dan Takengen di antara kabupaten-kabupaten yang ada di Aceh. Bahkan Pemprov Aceh tidak konsen melakukan pemerataan pembangunan, sehingga menimbulkan diskriminasi.

"Pemprov Aceh lebih serius memperhatikan pembangunan di daerah Bener Meriah dan Takengen, sebab wilayah tersebut pembangunan infrastrukturnya sangat tertinggal," kata Ketua Umum Pengurus Wilayah (PW) Keluarga Gayo Sumatera Utara (KGSU), Syafaruddin, tadi pagi.

Padahal, kedua daerah itu banyak dihuni suku asli masyarakat Aceh, yakni suku Gayo, Aceh, Alas, dan Singkil. “Walau tidak menjabat lagi sebagai Ketua Umum KGSU, saya tetap mengkritisi pembangunan di Bener Meriah dan Aceh Tengah agar kedua daerah itu bisa maju seperti daerah yang lain di Aceh,” ujarnya.

Syafaruddin sangat concern mencermati pembangunan di dua kabupaten dan siap memberikan masukan yang konstruktif untuk kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat Gayo.

Dia menceritakan sepak terjang masyarakat Gayo bisa berkiprah dalam politik dan mensosialisasikan keberadaan masyarakat Gayo yang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang pontensial untuk ikut berperan dalam pembangunan.

Selama dua periode memimpin PW KGSU, katanya, pengurus lain berjuang agar keluarga Gayo dapat berkompetitif sejajar dengan masyarakat lainnya di Indonesia, karena memiliki etos kerja, produktivitas yang tinggi. Sehingga KGSU bisa dikenal dan diperhitungkan di tengah masyarakat.

Sumber : Waspada.co.id

Selasa, 01 Februari 2011

Warga Linge Butuh Sarana Telekomunikasi

Thu, Jan 13th 2011, 09:15

TAKENGON - Masyarakat dari beberapa kampung di Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, mengharapkan adanya pembangunan sarana telekomunikasi di daerah itu. Sampai saat ini, jaringan telekomunikasi belum menjangkau beberapa kampung di kecamatan tersebut, sehingga warga kesulitan mendapatkan informasi maupun berkomunikasi.

Seorang perwakilan warga dari Kecamatan Linge, Namtara, kepada Serambi, Selasa (11/1) mengatakan, ada 13 kampung di Kecamatan Linge, yang hingga saat ini belum mendapatkan pelayanan telekomunikasi. Untuk itu, masyarakat sangat mengharapkan pihak-pihak pengelola jaringan telekomunikasi segera membangun tower di daerah itu, sehingga masyarakat tidak lagi terisolir dari berbagai informasi.

“Kaukus mahasiswa, pemuda dan masyarakat se-Kemukiman Linge, sudah pernah mengusulkan pembangunan tower telekomunikasi kepada Pemkab Aceh Tengah,” kata Namtara yang juga mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Gajah Putih Takengon.

Dia sebutkan, untuk membangun jaringan telekomunikasi di Linge, dibutuhkan tiga unit tower. Bila pembangunan ini bisa segera terealisasi, maka 13 desa yang ada di wilayah Linge akan terlepas dari keterisoliran itu.

“Kami sudah mengumpulkan berbagai informasi dari sejumlah pihak, termasuk dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Telekomunikasi Kabupaten Aceh Tengah, terkait dengan aturan pemasangan tower untuk sarana telekomunikasi,” tambahnya.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 05 Januari 2011

Cina Akan Bangun Pabrik Getah Pinus di Gayo

Sun, Jan 2nd 2011, 09:59

TAKENGON - Sebuah perusahaan asal Cina yang bergerak di bidang minyak terpentin, PT Anchen Huaqong, akan mendirikan pabrik pengolahan getah pinus di kawasan Gelampang, Kampung Simpang Tige Uning, Kecamatan Linge, Aceh Tengah, sekitar 40 kilometer arah tenggara Kota Takengon. Investor Cina itu juga akan membeli getah pinus dari masyarakat setempat melalui koperasi yang dibentuk di kawasan tersebut. Direktur PT Anchen Huaqong, Kamisan Ginting SH, Sabtu (1/1) mengatakan, Kecamatan Linge cukup potensial untuk dibangun perusahaan prosessing getah pinus menjadi minyak terpentin dan gambrosin. Kedua jenis minyak yang dihasilkan pohon pinus ini merupakan bahan baku industri cat dan berbagai jenis alat pewarna.

Dibanding kawasan lain di dataran tinggi Gayo, kata Kamisan, Kecamatan Linge memiliki lahan tanaman pinus rakyat yang sangat luas mulai dari Kampung Bur Lintang hingga ke kawasan Ise-Ise, perbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues. “Setelah dilakukan penjajakan awal, perusahaan Cina, PT Anchen Huaqong akan membuka pabrik prosessing di Kecamatan Linge, di pusat perkebunan pinus rakyat,” katanya. Dikatakannya, bila pabrik pengolahan getah pinus itu beroperasi, maka akan dibutuhkan 4.000 orang tenaga kerja lokal untuk menderes (menyadap) getah pinus. Semua para pekerja direkrut dari warga lokal Kecamatan Linge sehingga lebih dekat dengan Tempat Penampungan Getah Sementara (TPGS) yang letaknya berdekatan dengan lokasi pemukiman warga setempat.

Dalam operasionalnya, sebut Kamisan, perusahaan Cina itu mengelola seluas 5.000 hektare lahan pinus di Kecamatan Linge. Sementara 5.000 hektare lagi dikelola oleh Perusahaan Daerah (PD) Pembangunan Tanoh Gayo. “Semua lahan pinus yang dikelola berada dalam Hutan Produksi Terbatas (HPT), sehingga tidak mengganggu hutan lindung di dataran tinggi Gayo,” tambahnya. Dijelaskan, perusahaan Cina itu akan melatih tenaga lokal untuk menderes getah pinus, sehingga semua pekerja mahir menderes getah pinus sesuai dengan standar kualitas yang digunakan PT Anchen Huaqong.

PT Anchen Huaqong yang berkantor pusat di negera Cina telah menyiapkan mesin pengolah getah pinus menjadi terpentin dan gambrosin dengan kapasitas produksi 36.000 ton per tahun. “Mesin pengolahan sudah berada di Medan, Sumatera Utara, bila sudah memperoleh izin maka akan kita angkut ke Aceh Tengah,” ujar Kamisan Ginting. Ditambahkan, Indonesia adalah negara terbesar nomor dua penghasil pinus dunia. Dari hasil penelitian dilakukan bertahun-tahun, getah pinus merkusii yang tumbuh di Kabupaten Aceh Tengah memikili kualitas terbaik dunia. Di Aceh terdapat sekitar 130 ribu hektare lahan hutan pinus merkusii yang keseluruhan berada di Kabupaten Aceh Tengah.

Dari luas lahan itu, areal yang bisa disadap (dideres) sekitar 25.000 hektare dan jumlah tersebut cukup besar memberi manfaat kepada masyarakat dan juga pemerintah setempat. Apalagi hasil getah yang telah diolah itu untuk memenuhi pasar ekspor. “Selama ini, pinus diekploitasi pohonnya untuk dijadikan bahan kayu, sementara getahnyadibuang begitu saja meski getah tersebut kualitas terbaik di dunia,” ujar Kamisan Ginting.

Bupati Aceh Tengah Nasaruddin berharap pihak PT Anchen Huaqong dapat mempekerjakan penduduk lokal dalam operasional perusahaan tersebut. Apalagi pekerjaan menderes bagi masyarakat Gayo bukanlah pekerjaan baru. Sejak adanya PT Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) dulu yang beroperasi di daerah itu, masyarakat Gayo bukan hanya menderes tapi memproses getah pinus menjadi produk-produk yang setengah jadi. Sebelumnya, dalam ekspose Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK), Jumat (31/12) di Oproom Kantor Bupati Aceh Tengah, hadir Ketua DPRK Aceh Tengah, Zulkarnaen, para kepala dinas lingkungan Pemkab Aceh Tengah, imum mukim di Kecamatan Linge dan para kampung. “Mudah-mudahan izin usaha pabrik pengolahan getah karet ini cepat terealisasi,” ujar Suhanda SIP, staf Dinas Perkbunan dan Kehutanan Aceh Tengah.(min)

Sumber : Serambinews.com