Senin, 28 Maret 2011

16 Karyawan PT Alas Helau Mengadu ke LBH

Merasa Ditelantarkan Bertahun-tahun
Thu, Feb 17th 2011, 09:25

TAKENGON - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Pos Takengon, menerima pengaduan lima orang perwakilan dari 16 karyawan PT Alas Helau Aceh Tengah, yang telah bertahun-tahun merasa ditelantarkan oleh perusahaan mereka.

Pengaduan karyawan PT Alas Helau dilaporkan ke LBH pada akhir Januari 2011 lalu, lantaran sampai sekarang belum ada kejelasan status dari tempat mereka bekerja. Sementara perusahaan tersebut telah lama hengkang dari Kabupaten Aceh Tengah.

Padahal, menurut perwakilan dari 16 karyawan PT Alas Helau tersebut, rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) telah diberitahukan dengan surat No 049/SK-DIR/AH/VII/2005, tanggal 12 Juli 2005, namun sampai sekarang dari 16 karyawan itu seluruhnya belum pernah diputuskan hubungan kerjanya, sementara sejak 2001 hingga awal 2011 ke 16 karyawan PT Alas Helau Perwakilan Aceh Tengah ini, tidak lagi menerima gaji.

Ke-16 karyawan PT Alas Helau tersebut adalah, Ir M Sarkati, Made Suarna Putra, Syukurdi, Syamsul Bahri, Nasaruddin, Erwinsyah, Hamzah, Darwis Panggabean, Syamsul Bahri.U, Arifin SPd, Thamrin MY, Parman, Sukatman, Isman Effendi, Abubakar, dan Albadri.

Koordinator LBH Banda Aceh Pos Takengon, Moch Ainul Yaqin, kepada Serambi, Selasa (15/2) mengatakan, berdasarkan keterangan salah seorang karyawan yang mengadukan perkaranya ke LBH, PT Alas Helau Perwakilan Aceh Tengah, meninggalkan karyawannya ketika Aceh, dilanda konflik pada tahun 2001.

Ratusan karyawan sempat terlantar beberapa tahun dan akhirnya sekitar 510 karyawan di-PHK dan diberikan pesangon. “Sedangkan 16 karyawan tersebut belum mendapatkan pesangon hingga saat ini,” kata Moch Ainul Yaqin mengutip keterangan keterang karyawan PT Alas Helau.

Dikatakan, LBH Banda Aceh, Pos Takengon sebagai pendamping 16 karyawan PT Alas Helau akan melayangkan surat mohon penjelasan ke pihak perusahaan untuk menanyakan kejelasan karyawan tersebut. Karena, walaupun perusahaan tidak beroperasi, tetapi masih berkewajiban membayar gaji karyawan sejak tahun 2001 hingga sekarang.

“Hal tersebut berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 93 ayat (2) huruf f, yang pada intinya pengusaha wajib membayar upah apabila, pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha,” terang Moch Ainul Yaqin.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 17 Maret 2011

Petani Strauberri Takengon Kesulitan Basmi Semut

Wed, Feb 2nd 2011, 09:05

TAKENGON - Petani strauberi di Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, kesulitan untuk membasmi hama semut yang menyerang buah strauberi milik mereka. Mereka enggan menggunakan obat-obatan yang mengandung zat kimia untuk mengusir hama semut lantaran takut merusak kualitas serta khawatir buah strauberi akan tercemar bahan kimia. Akibatnya, sebagian buah strauberi membusuk karena diserang hama semut.

Idris, salah seorang pengelola kebun strauberri di Blang Bebangka, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, kepada Serambi, Minggu (30/1) menyebutkan, serangan hama semut merupakan kendala terbesar dalam pengembangan buah strauberri di daerah itu. Pasalnya, buah strauberri yang siap panen sebagian membusuk karena dimakan oleh semut.

“Ada juga siput tanah yang mau memakan buah strauberri tapi lebih parah serangan hama semut karena buah strauberri kan manis sehingga semut tertarik untuk memakan buah yang hampir masak,” sebut Idris

Ia katakan, dalam waktu tiga hari sekali sekitar 15 kilogram buah strauberri dipetik dari kebun miliknya namun sekitar dua kilogram tidak bisa dipasarkan karena sebagian telah membusuk diserang hama semut. Untuk saat ini kata Idris, ia kesulitan untuk mengusir hama semut yang telah menyerang tanaman buah strauberri miliknya karena tidak berani menggunakan obat-obatan mengandung zat kimia.

“Kami nggak berani pakai zat kimia untuk mengusir hama semut karena nanti kan buahnya dimakan orang. Apalagi buah strauberri ini kulitnya tipis sehingga kalau obat kimia kan bahaya,” katanya.

Sebelumnya para petani strauberri di daerah itu, kesulitan dari segi pemasaran buah namun justru untuk saat ini, hasil produksi buah strauberri tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Pemasaran buah strauberri selain untuk memenuhi kebutuhan lokal juga dipasarkan hingga ke luar daerah. Harga buah strauberi dijual dari petani kepada para pedagang sekitar Rp 50 ribu perkilogram.

“Kami tidak bisa memenuhi permintaan pasar karena minimnya hasil produksi. Untuk saat ini dari jumlah 30 ribu batang strauberri bisa menghasilkan sekitar 15 kg buah strauberi setiap tiga hari sekali dan sekitar dua kilo busuk diserang semut,” ungkap Idris.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 14 Maret 2011

Pabrik Bio-Ethanol Terancam Jadi Besi Tua

Mon, Jan 31st 2011, 20:02

TAKENGON – Pabrik bio-ethanol yang dibangun di Kampung Buter, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, terancam jadi besi tua, pasalnya, sejak dibangun dua tahun lalu, pabrik prosesing bahan bakar alternatif itu belum beroperasi hingga sekarang. Padahal, semua bagian-bagian pendukung mesin itu sudah lengkap dan siap beroperasi untuk mengubah bahan baku air tebu atau nira menjadi bahan bakar kendaraan atau alkohol untuk kebutuhan obat-obatan dan farmasi lainnya.

Pabrik Bio-ethanol itu dibangun dengan dana bantuan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia tahun anggaran 2009 dengan nilai proyek Rp 6 miliar lebih. Pabrik bio-Ethanol tersebut dibangun di sentra penghasil tebu terbesar di Kabupaten Aceh Tengah guna memasok bahan baku untuk pabrik bio-ethanol tersebut. Namun, hingga awal tahun 2011, pabrik Bio-Ethanol itu tidak beroperasi, bahkan bagian-bagian mesin mulai berkarat dan keropos karena tidak digunakan. Sejumlah warga Aceh Tengah mempertanyakan keberadaan pabrik bio-ethanol tersebut, dan berharap segera beoperasi.(jalimin)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 07 Maret 2011

Dua Varietas Kopi Gayo Raih Sertifikat Mentan

Fri, Jan 28th 2011, 19:47

TAKENGON – Dua--dari tiga--varietas Kopi Arabika Gayo yang diusulkan kepada Kementerian Pertanian (Mentan) resmi memperoleh sertifikat pelepasan sebagai varietas unggul nasional.

Dengan pelepasan dua varietas kopi Arabika Gayo itu, maka dua varietas harapan itu sudah dapat dikembangkan dan dibudidayakan oleh para petani di dataran tinggi Gayo dan daerah-daerah penghasil kopi lainnya.

Ketua Tim Pelepasan Varietas Kopi Gayo, Ir T Iskandar MSi, Jumat (28/1/2011), mengatakan, dua varietas kopi Arabika Gayo yang memperoleh sertifikat pelepasan sebagai bibit unggulan oleh Mentan yakni Kopi Arabika Gayo varietas Gayo 1 dan varietas Gayo 2, sementara varietas P-88 ditunda pelepasannya dan masih dalam pengkajian Direktorat Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian.

Sedangkan dalam permohonan pelapasan bibit kopi unggul Kopi Arabika Gayo yang diusulkan yakni Varietas Tim-tim, Bor-bor dan P-88 Dalam sertifikat pelepasan bibit unggul nasional, kata Iskandar, varietas Tim-tim dirubah namanya menjadi varietas Gayo 1 dan Bor-bor menjadi Gayo 2.(jalimin)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 03 Maret 2011

Arul Item Pilot Project Penanggulangan Bencana Alam

Mon, Jan 24th 2011, 08:45

TAKENGON - Kampung Arul Item, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah dijadikan pilot project (proyek percontohan) bagi upaya pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan di daerah itu. Dipilihnya Kampung Arul Item sebagai kampung siaga bencana, karena letak kawasan ini berada di daerah rawan tanah longsor dan bencana banjir bandang.

Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten (BPBK) Aceh Tengah Masrizal Edy SE Ak MM, Minggu (23/1) mengatakan, Program pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan di Kabupaten Aceh Tengah itu kerja sama kemitraan antara BPBK Aceh Tengah dengan Karst Aceh selama satu tahun, mulai Desember 2010 hingga Desember 2011.

Sebagai kawasan pilot project pengurangan risiko bencana di Kabupaten Aceh Tengah, kata Masrizal Edy, Karst Aceh bersama dengan BPBK Aceh Tengah, melatih sebanyak 30 warga Kampung Arul Item tentang pengetahuan seluk-beluk bencana alam tanah kongsor dan cara menyelamatkan diri bila terjadi bencana alam. Workshop tentang Pengurangan Risiko Bencana dan Kesiapsiagaan berlangsung tgl 22-23 Januari 2011 di Kampung Arul Item.

Dikatakannya, dari 30 peserta yang dilatih itu diharapkan akan memberikan pengarahan kepada warga lain yang berada di kawasan rawan bencana guna persiapan menghadapi musibah bencana alam yang sering melanda Kabupaten Aceh Tengah. Dengan pelatihan ini, Kampung Arul Item akan dijadikan percontohan untuk penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) tentang Program Pengurangan Risiko Bencana dan Kesiapsiagaan Bencana di Kabupaten Aceh Tengah.

Selama pelatihan, para peserta dipandu oleh tenaga-tenaga ahli geologi dari Dinas Koperasi Perdagangan Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh Tengah dan Karst Aceh. “Dengan pelatihan ini, masyarakat Kampung Arul Item dan masyarakat Aceh Tengah lainnya memahami tentang tatacara menyelamatkan diri saat bencana dan faham tentang peta rawan bencana di dataran tinggi Gayo,” ujar Masrizal Edy.(min)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 02 Maret 2011

Infrastruktur Aceh tertinggal

Wednesday, 19 January 2011 11:01

TAKENGEN - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh kurang memperhatikan pembangunan di wilayah Kabupaten Bener Meriah dan Takengen di antara kabupaten-kabupaten yang ada di Aceh. Bahkan Pemprov Aceh tidak konsen melakukan pemerataan pembangunan, sehingga menimbulkan diskriminasi.

"Pemprov Aceh lebih serius memperhatikan pembangunan di daerah Bener Meriah dan Takengen, sebab wilayah tersebut pembangunan infrastrukturnya sangat tertinggal," kata Ketua Umum Pengurus Wilayah (PW) Keluarga Gayo Sumatera Utara (KGSU), Syafaruddin, tadi pagi.

Padahal, kedua daerah itu banyak dihuni suku asli masyarakat Aceh, yakni suku Gayo, Aceh, Alas, dan Singkil. “Walau tidak menjabat lagi sebagai Ketua Umum KGSU, saya tetap mengkritisi pembangunan di Bener Meriah dan Aceh Tengah agar kedua daerah itu bisa maju seperti daerah yang lain di Aceh,” ujarnya.

Syafaruddin sangat concern mencermati pembangunan di dua kabupaten dan siap memberikan masukan yang konstruktif untuk kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat Gayo.

Dia menceritakan sepak terjang masyarakat Gayo bisa berkiprah dalam politik dan mensosialisasikan keberadaan masyarakat Gayo yang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang pontensial untuk ikut berperan dalam pembangunan.

Selama dua periode memimpin PW KGSU, katanya, pengurus lain berjuang agar keluarga Gayo dapat berkompetitif sejajar dengan masyarakat lainnya di Indonesia, karena memiliki etos kerja, produktivitas yang tinggi. Sehingga KGSU bisa dikenal dan diperhitungkan di tengah masyarakat.

Sumber : Waspada.co.id