Kamis, 26 Mei 2011

Jalan Uning Pegantungen Rusak

Wed, Mar 30th 2011, 08:45


Seorang warga melihat kondisi ruas Jalan Dusun Sagi Indah, Kampung Uning Pegantungen, Kecamatan Bies, Aceh Tengah, Selasa (29/3). Ruas jalan sepanjang 600 meter itu becek dan rusak parah sehingga sulit dilintasi kendaraan bermotor. SERAMBI/JALIMIN

TAKENGON - Masyarakat Kampung Uning Pegatungen, Kecamatan Bies, Aceh Tengah, meminta pemerintah setempat memperbaiki jalan masuk ke perkampungan mereka. Jalan satu-satunya yang menghubungkan antara lintas Jalan Takengon-Angkup dengan jalan masuk ke Dusun Sagi Indah, Kampung Uning Pegantungen kini telah rusak parah.

Adli Salim Aman Anhar, warga Kampung Uning Pegantungen mengatakan, jalan sepanjang 600 meter lebih yang dibangun dengan swadaya masyarakat pada tahun 2000 itu belum pernah diperbaiki oleh pemerintah. Padahal, sarana jalan itu sangat dibutuhkan oleh warga kampung itu. Jalan yang berdampingan dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan itu kini becek dan rusak parah, sehingga sukar dilalui kendaraan bermotor.

Katanya, memasuki musim hujan, ruas jalan tersebut digenangi air dan mirip kubangan kerbau. “Kami terpaksa mendorong sepeda motor untuk melintasi jalan tersebut, sementara mobil diparkir di halaman masjid dekat pintu masuk jalan ini,” ujar Adli Salim.

Jalan masuk ke Dusun Sagi Indah, Kampung Uning Pegantungan merupakan jalan buntu yang belum tersambung dengan Kampung Paya Nahu, Kecamatan Bebesen. Bila ruas jalan Dusun Sagi Indah Kampung Unig Pegantungen tersambung dengan Kampung Paya Nahu, maka masyarakat Kampung Uning Pegantungen dapat melewati jalan pintas ini untuk berpergian ke Kota Takengon.(min)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 09 Mei 2011

Dibentuk Forum Sadar Bencana di Gayo

Sat, Mar 26th 2011, 10:18

TAKENGON - Guna memberikan kesadaran terhadap bencana alam dan upaya pengurangan risiko bencana pada dua kabupaten di dataran tinggi Gayo, yakni Aceh Tengah dan Bener Meriah, LSM Karst Aceh membentuk masyarakat sadar terhadap bencana. Direktur Karst Aceh, Abdillah Imran Nasution, Rabu (23/3) mengatakan, dua Forum Komunitas Bencana yang dibentuk yakni Forum Komunitas Bencana Arul Item (Fokusbari) Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah dan Forum Komunitas Bencana Gunung Api Kampung Pante Raya, Kecamatan Wih Pesam, Kabupaten Bener Meriah.

Komunitas Bencana Arul Item (Fokusbari) memiliki visi menciptakan masyarakat Arul Item yang siaga terhadap bencana dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat terhadap kebencanaan. Dasar penentuan Kampung Arul Item dibentuk Forum Komunitas Bencana, lanjut Abdillah, karena kawasan Arul Item sering dilanda tanah longsor dan banjir bandang. Bagi masyarakat Arul Item diberikan pengetahuan tentang membaca early warning system (sistem peringatan dini) terhadap bencana tanah longsor dan banjir bandang tersebut. Dikatakannya, sistem peringatan dini bencana alam untuk Kampung Arul Item berupa suara-suara binatang jenis tertentu di hutan. Dan suara yang dikeluarkan oleh binatang itu merupakan sistem peringatan dini akan datangnya bencana tanah longsor, dan masyarakat dianjurkan segera mengungsi. Sementara sistem peringatan dini terhadap warga yang menghuni sekitar Gunung Berapi Burni Telong Kabupaten Bener Meriah berupa tanda-tanda alam antara lain terjadinya pengungsian besar-besaran koloni burung dan binatang-binatang kecil lain seperti kupu-kupu dan sejenisnya.(min)

Sumber : Serambinews.com

Pemkab Aceh Tengah Komit Bantu PLN

Soal Proyek PLTA Peusangan
Fri, Mar 25th 2011, 17:27

TAKENGON - Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah tetap komit membantu proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan I dan II Takengon yang sedang dalam proses pengerjaan awal. Bantuan yang diberikan bagi kelancaran proyek PLTA Peusangan, bukan saja dukungan bentuk kemudahan terhadap regulasi (peraturan-peraturan) daerah serta bantuan lain yang dibutuhkan proyek listrik tersebut, pemkab juga berpartisipasi dalam proses pembebasan tanah dan keramba-keramba ikan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan.
Hal itu dikatakan Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Tengah, Drs Khairul Asmara, Jumat (25/3/2011), menanggapi isu miring seakan-akan Pemkab Aceh Tengah menghalang-halangi kelancaran proyek PLTA Peusangan.
Dikatakan, Pemkab Aceh Tengah telah membantu maksimal untuk pembebasan tanah dan keramba-keramba ikan yang terkena proyek pembangunan PLTA Peusangan. Hingga saat ini, katanya, pemerintah daerah ini telah melengkapi dan memfasilitasi semua administrasi baik tentang tanah maupun keramba ikan yang terkena proyek tersebut.(jalimin)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 04 Mei 2011

Pembebasan Tanah tak Tuntas, Proyek PLTA Peusangan Macet

Thu, Mar 24th 2011, 17:42


Wakil Ketua Komite II DPD-RI, Ir Mursyid bersama dengan sejumlah anggota DPD-RI lainnya sedang berdialog tentang Proyek PLTA Peusangan I dan II di Kampung Sanihen, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, Kamis (24/3). Proyek listrik senilai Rp 2,5 triliun itu terhambat karena belum tuntasnya pembebasan tanah dan jaring apung yang terkena proyek tersebut. SERAMBI/JALIMIN

TAKENGON - Kelanjutan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan I dan II terancam macet, karena proses pembabasan tanah termasuk keramba-keramba di atas Sungai Peusangan belum tuntas.

Warga tetap bertahan dengan biaya ganti rugi sesuai dengan harga pasaran, sementara PT PLN (Persero) sebagai pemrakarsa proyek itu berpatokan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Masalah itu terungkap dalam pertemuan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)-RI dengan para petinggi PT PLN (Persero), Kamis (24/3) di Base Camp Proyek PLTA Peusangan I dan II, Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah.

General Manager Proyek Induk Pembangkit Listrik Jaringan (Pikitring) Sumatera Utara, Aceh dan Riau (SUAR) Bintatar Hutabarat mengatakan, belum ada titik temu tentang harga pembebabasan tanah dan keramba bagi proyek PLTA Peusangan I dan II. Dikatakan, proyek PLTA Peuasangan I dan II sudah ditender secara internasional beberapa bulan lalu dan pemenang proyek tersebut adalah Perusahaan Hyundai dari Korea Selatan dan PT PP dari Indonesia, namun, di lapangan masih ada masalah yang belum tuntas diantaranya pembebasan tanah dan keramba milik masyarakat.

Disebutkan, masalah tanah ini sangat komplek, karena tanah yang akan dibebaskan menyangkut tanah warisan, tanah yayasan, tanah milik PTPN dan hutan lindung, serta hutan konservasi. Dikatakan Bintatar, masyarakat bertahan pada Harga Umum Pasar (HUP) sementara PT PLN (Persero) membayar tanah yang dibebesakan beberapa pesen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), masyarakat juga tidak tahu besaran NJPO untuk tanahnya.

General Manager PT PLN (Persero) Pembangkit Sumatera I, Ir Sulaiman Daud mengatakan, proyek PLTA Peusangan sudah dimulai sejak tahun 1996, namun akibat konflik Aceh, proyek listrik tertunda bebarap tahun, kemudian dilunjutkan lagi tahun 2008 lalu. Proyek PLTA Peusangan I dan II didanai oleh Japan Bank International Cooporation (JBIC) sebesar Rp 2,5 triliun dengan suku bunga 0,75 persen pertahun. Pemenang Proyek, Hyundai Korea Selatan dan PT PP dari Indonesia mulai pengerjaan fisik (Civil Works) dimulai April 2011. Proyek PLTA Peusangan diperkirakan memiliki kemampuan produksi selama 30 tahun. Dari 254 hektare yang terkena proyek PLTA Peusangan, 43 hektare diantaranya belum selesai pembebasan.

Anggota DPD Asal Aceh, Ir Mursyid mengatakan, kecewa dengan sikap Pemkab Aceh Tengah yang tidak mau menghadiri pertemuan antara PT PLN (Persero) dengan anggota DPD-RI, padahal, masalah pembebasan tanah dan keramba-keramba apung di sepanjang Sungai Peusangan menjadi tugas pemerintah setempat. Dikatakannya, data tim independen Universitas Sumatera Utara (USU), jumlah keramba yang dibebaskan sebanyakl 306 buah, namun Pemkab Aceh Tengah mengklaim jumlah keramba yang harus dibebaskan sebanyak 388 buah. “Pemerintah Aceh Tengah harus serius menanngani masalah pembebasan tanah dan keramba untuk Proyek PLTA Peusangan, sehingga proyek tersebut tidak macet,” ujar Ir Mursyid yang juga putra Gayo itu.

Sebanyak orang anggota Komite II DPD-RI yang berkunjung ke Aceh Tengah yakni Bambang Susilo (Kaltim/Ketua), Ir Mursyid (Aceh/Wakil Ketua) dan sembilan anggota masing-masing, Ir Abdul Jabar Toba (Sultra), Ahmad Malonda (Sulteng), Abdul Azis (Sumsel), Abraham Lianto (NTT), M Syakur (Jambi), Jasarmen Purba (Kepri), Parlindungan Purba (Sumut), Reza Fahlevi (Sumbar) dan Ahmad Subadri anggota DPD-RI dari Provinsi Banten.(min)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 02 Mei 2011

Mencegah Banjir Luapan, Warga Minta Pemerintah Bangun Tanggul

Sat, Mar 19th 2011, 09:22

TAKENGON - Warga Toweren, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah, meminta Pemkab setempat dan Pemerintah Aceh, untuk dapat segera membangun tanggul di sepanjang aliran sungai yang melintasi kampung mereka. Pasalnya, usulan pembangunan tanggul itu dilakukan, untuk mencegah banjir luapan seperti yang terjadi beberapa pekan yang lalu di kampung itu.

Permohonan untuk pembangunan tanggul di daerah Toweren, sudah tiga kali diusulkan oleh masyarakat setempat ke Pemerintah Aceh, namun sampai saat ini belum ada realisasinya. “Permohonan pembangunan tanggul itu langsung kami usulkan ke Pemerintah Aceh karena kalau diusulkan ke Pemkab rasanya tidak mungkin karena pembangunan tanggul itu membutuhkan biaya cukup besar. Dan seingat saya usulan yang kami layangkan sudah tiga kali,” kata Akmal, Keuchik Kampung Toweren Musara kepada Serambi Jumat (18/3).

Ia katakan, banjir luapan yang terjadi di Toweren, merupakan pemandangan yang sudah biasa terjadi di kampung itu setiap memasuki musim penghujan. Faktor penyebab terjadinya banjir luapan itu salah satunya karena kondisi kanan-kiri aliran sungai belum dibangun tanggul sehingga air yang meluap meluber ke areal persawahan warga bahkan sempat merendam rumah warga di daerah itu. “Kalau banjir luapan hampir setiap musim hujan terjadi di kampung ini dan sebelum tanggul ini dibangun kemungkinan untuk tahun-tahun berikutnya akan terjadi yang sama,” sebut Akmal.

Menurutnya, kondisi aliran sungai di Toweren yang memerlukan pembangunan tanggul sepanjang sekitar 1,5 kilometer, dihitung mulai dari irigasi pertama hingga ke kuala sungai itu. Pembangunan itu menjadi prioritas pertama untuk mencegah terjadinya banjir luapan. Berdasarkan catatan Serambi banjir luapan yang terjadi pada Rabu (9/3) lalu di Kampung Toweren, menyebabkan terendamnya sembilan rumah warga di daerah itu. Dan sejumlah areal persawahan warga ikut tersapu banjir luapan. Dan di daerah Kampung Isak, Kecamatan Linge, banjir luapan sempat merendam puluhan rumah warga di daerah itu serta menggenangi areal persawahan warga.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Kemukiman Pameu Masih Terisolasi

Mon, Mar 14th 2011, 17:38

TAKENGON – Warga Kemukiman Pameu (Gayo: Pamar), Kecamatan Rusip Antara, Aceh Tengah,sudah lima hari terisolasi, menyusul longsornya badan jalan di kawasan Arul Sane, Kampung Camp Laot.
Kemukiman Pameu terisolasi sejak badan jalan longsor sepanjang 40 kilometer di Arul Sane, akibatnya, warga terpaksa melansir sembako dengan berjalan kaki untuk dipasok bagi kebutuhan warga lima kampung di kemukiman paling jauh dari Takengon itu.
Kepala Kampung (Keuchik) Tanjung, Kemukiman Pameu, Bukhari, Senin (14/3/2011), mengatakan, longsornya badan jalan di kawasan Arul Sane terjadi, Kamis (10/3/2011) saat hujan deras mengguyur ruas jalan Takengon-Pameu beberapa hari lalu. Akibat musibah tanah longsor itu, sebutnya, arus trasnportasi Takengon-Pameu terputus, jalan yang longsor itu hanya dapat dilalui dengan berjalan kaki, sementara kendaraan bermotor roda empat tidak dapat melewati tanah longsor tersebut.
Beberapa bulan lalu, kata Bukhari, pernah terjadi tanah longsor yang tidak jauh dari lokasi tanah longsor sekarang, namun, longsoran badan jalan saat itu tidak separah kerusakan badan jalan yang terjadi lima hari lalu. Longsoran badan jalan sepanjang 40 meter di Arul Sane, saat badan jalan turun beberapa meter dan sebagian jatuh ke dalam jurang sedalam 20 meter. Untuk memperbaiki jalan yang longsor itu, katanya, diperlukan pemasangan bronjong dan butuh waktu yang lama.(jalimin)

Sumber : Serambinews.com