Senin, 27 Juni 2011

Kondisi DAS Peusangan Kritis

Fri, May 6th 2011, 09:18

TAKENGON - Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan, yang saat ini dimanfaatkan oleh lima kabupaten di Aceh, kondisinya mulai mengkhawatirkan. Hal itu disebabkan karena kondisi debit air sungai Peusangan masuk kategori kritis. Hal itu disampaikan oleh Communication Officer WWF Aceh, Chik Rini, dalam diskusi tentang Penyelamatan Danau Laut Tawar yang digelar, Kamis (5/5) di Wapres Café Kota Takengon.

Menurut Chik Rini, aliran DAS Peusangan merupakan sumber air untuk satu juta orang di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara. “Secara nasional, kondisi DAS Peusangan dikategorikan warning satu (sangat kritis) sehingga sangat perlu untuk kembali dilestarikan. Kalau tidak segera dilakukan, katanya, dalam 10 tahun ke depan, kondisinya akan lebih parah lagi,” kata Chik Rini.

Bila kondisi kritis DAS Peusangan, tidak segera diperhatikan secara serius oleh beberapa kabupaten yang memanfaatkan aliran sungai tersebut, akan mengancam sumber air bersih bagi jutaan orang. Sumber air dari DAS Peusangan, dimanfaatkan warga di kawasan hilir, selain untuk kebutuhan air juga sebagai sumber air yang mengairi areal persawahan masyarakat di beberapa kabupaten. “Sepanjang DAS Peusangan, dialiri sekitar 107 anak sungai, termasuk sumbernya dari Danau Laut Tawar. Dan kondisinya sebagian besar mulai rusak sehingga perlu dikelola bersama,” ungkap Comunication Officer WWF Aceh.

Dalam diskusi penyelamatan Danau Laut Tawar, yang digagas oleh Komunitas Cita Gayo itu, dihadiri oleh Anggota DPD-RI, Ir Mursyid, Sekjen Forum Penyelamatan Danau Laut Tawar (FPDLT) Subhandy AP MSi. Selain membahas tentang persoalan DAS Peusangan, diskusi itu juga mengemuka tentang kondisi kawasan tangkapan air di seputaran Sungai Peusangan dan persoalan tentang mulai berdirinya bangunan di pinggir Danau Laut Tawar, yang dinilai telah menganggu keindahan Danau Laut Tawar.

Anggota DPD-RI asal Aceh, Ir Mursyid mengatakan, keberadaan DAS Peusangan lebih dimanfaatkan oleh warga yang tinggal di kabupaten hilir, seperti di Kabupaten Bireuen, Aceh Utara serta Kota Lhokseumawe. Sementara masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, tidak banyak memanfaatkan aliran sungai itu. “Ada beberapa proyek vital di daerah hilir yang juga memanfaatkan aliran DAS Peusangan, namun hingga saat ini tidak ada kontribusinya untuk daerah hulu aliran Peusangan itu,” kata Mursyid.(c35/min)

Sumber : Serambinews.com

Minggu, 26 Juni 2011

Warga Gotroy Bersihkan Material Banjir Bandang

Sat, Apr 30th 2011, 08:38


Warga korban banjir bandang di Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah, Jumat (29/4) bergotong-royong menyingkirkan bongkahan batu yang menyumbat saluran air. Hal itu dilakukan warga, lantaran sampai saat ini alat berat belum dikerahkan ke lokasi itu. SERAMBI/MAHYADI


TAKENGON - Puluhan masyarakat korban banjir bandang di Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah, Jumat (29/4) bergotong-royong membersihkan lumpur dan tumpukan bebatuan yang berserakan di kampung. Musibah banjir bandang yang melanda pada Rabu (27/4) malam lalu, selain merusak jembatan penghubung di Kampung Burni Bius, juga menyisakan tumpukan lumpur serta bongkahan batu besar yang menutup ruas jalan.

Warga yang bergotong-royong menyingkirkan bongkahan batu besar, dilakukan dengan cara manual tanpa menggunakan peralatan, sehingga batu-batu besar yang bertumpuk di pemukiman warga itu dibiarkan tertonggok di tengah ruas jalan kampung Burni Bius. “Kami khawatir, jika bebatuan itu tidak segera dibersihkan dan dipindahkan, kalau terjadi lagi hujan deras akan memicu terjadinya luapan air karena alur ini sudah dangkal tertimbun tanah dan batu,” kata Hamzah, salah seorang warga Burni Bius, kepada Serambi Jumat (29/4).

Hingga hari kedua paska kejadian, katanya, belum ada satupun alat berat dikerahkan ke kampung itu, untuk menyingkirkan sisa-sisa banjir bandang, sehingga puluhan masyarakat setempat berinisiatif untuk melakukan gotong royong. Menurut Hamzah, yang didampingi beberapa warga Kampung Burni Bius, sebelumnya warga sudah meminta untuk dapat dikerahkan alat berat untuk menyingkirkan bebatuan itu. “Kalau nggak pakai alat berat, mana bisa kami pindahkan batu-batu besar itu. Mungkin untuk sementara kami hanya mampu menggeser saja,” ungkap Hamzah.

Selain alat berat, warga korban banjir bandang di Kampung Burni Bius, meminta agar jembatan penghubung antar kampung yang ikut rusak diterjang banjir bandang, agar bisa segera ditangani dan diperbaiki oleh pihak Pemkab Aceh Tengah. Permintaan itu disampaikan warga lantaran kondisi jembatan yang telah rubuh, nyaris menutupi aliran air, sehingga dikhawatirkan jika tiba-tiba terjadi luapan air besar akan merembet ke rumah-rumah warga. “Kalau sempat jembatan ini jatuh dan menutup aliran alur ini, bisa lebih parah lagi. Ya kita harap pihak pemerintah bisa segera menangani ini dengan segera,” tambah seorang warga lainnya.

Amatan Serambi puluhan warga yang melakukan pembersihan lokasi banjir bandang itu, hanya mengandalkan cangkul dan beberapa batang kayu untuk menggeser bongkahan batu besar yang bertumpuk di tengah-tengah Kampung Burni Bius. Sementara itu, puluhan Kepala Keluarga (KK) yang terkena imbas banjir, sebagian masih mengungsi karena takut terjadi banjir susulan melihat kondisi cuaca yang masih diguyur hujan. Dan tidak jauh dari lokasi musibah, dibangun tenda-tenda darurat untuk menampung para korban.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 22 Juni 2011

Dua Rumah Tertimbun Longsor

Jembatan Ikut Roboh
Thu, Apr 28th 2011, 17:59

TAKENGON - Dua rumah warga Dusun I Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, hancur tertimbun tanah longsoran dari gunung Alur Gajah akibat banjir bandang. Selain menghancurkan dua rumah, tiga rumah lain mengalami rusak ringan, dan sebuah jembatan roboh. Akibat peristiwa yang terjadi Rabu (27/4/2011) malam itu, sebanyak 26 kepala keluarga berhamburan keluar rumah.
Keuchik Kampung Burni Bius, Yusni, kepada Serambinews.com, Kamis (28/4/2011), mengatakan, tanah longsor datang secara tiba-tiba dari pergunungan di belakang rumah tersebut. Kedua rumah yang tertimbun longsoran adalah Nek Minah dan Gunandar. Sementara tiga rumah yang mengalami rusak ringan adalah milik Mimin, Damin, dan Ade Liana digenangi lumpur.
Yusni menyatakan, tanah longsor dari Gunung Alur Gayo itu terjadi akibat hujan deras melanda Kecamatan Silih Nara, sejak Rabu siang. Pasca kejadian, sebanyak 26 KK mengungsi ke rumah-rumah tetangga, sebagian diantaranya menumpang di rumah keluarga di Kota Takengon. Hingga, Kamis siang belum terlihat adanya posko penampungan sementara yang dibangun oleh Pemkab Aceh Tengah.(jalimin)

Sumber : Serambinews.com

Banjir Bandang dan Longsor Landa Aceh Tengah

* Belasan Rumah Rusak, Puluhan KK Mengungsi
Thu, Apr 28th 2011, 09:28


Salah satu rumah warga di Kampung Uning Penggantungen, Kecamatan Bies, Kabupaten Aceh Tengah, Rabu (27/4) sore, sekitar pukul 16.30 WIB, rusak diterjang banjir bandang. Meski tidak menelan korban jiwa namun beberapa rumah warga rusak digerus air bah. SERAMBI/MAHYADI

TAKENGON - Hujan deras yang mengguyur sebagian wilayah Kabupaten Aceh Tengah sepanjang Rabu (27/4) menimbulkan musibah banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah titik. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, namun belasan rumah rusak dihantam banjir dan puluhan keluarga harus mengungsi. Akses ke sejumlah daerah juga terputus karena longsor.

Informasi yang diterima Serambi, banjir bandang sore kemarin terjadi di Kampung Uning Penggantungen, Kecamatan Bies dan Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara. Beberapa rumah warga dilaporkan rusak disapu banjir dan belasan kepala keluarga (KK) terpaksa harus diungsikan ke tempat yang lebih aman.

“Ada sekitar 20 kepala keluarga yang sudah terdata rumahnya terkena imbas banjir bandang. Namun saat ini kami belum bisa memastikan berapa rumah yang rusak parah karena kondisinya sudah malam dan gelap,” kata Keucik Uning Penggantungen, Abdul Wahab, kepada Serambi di lokasi kejadian tadi malam.

Menurut Abdul Wahab, saat musibah banjir bandang terjadi, kondisi cuaca di Kampung Uning Penggantungen belum diguyur hujan. Namun air parit yang melintasi perumahan warga tibatiba meluap dan semakin membesar hingga menyapu bagian dapur beberapa rumah warga. “Sekitar dua jam, baru air mulai menyusut tetapi telah duluan merusak beberapa rumah warga,” ucapnya.

Sementara banjir bandang di Kampung Burni Bius, Kecamatan Silih Nara, terjadi sekitar pukul 20.00 WIB. Sebuah rumah milik Gusnandar, hancur rata dengan tanah dihantam bebatuan yang dibawa luapan air bah. Sementara itu sekitar 15 KK lainnya diungsikan ke tempat yang lebih aman.

“Sampai dengan saat ini yang masih terpantau, baru satu rumah warga yang rusak dihantam banjir bandang dan dua diantara rusak ringan. Tapi untuk kepastiannya besok baru bisa diketahui secara pasti,” kata Muzakir MD, warga Kampung Burni Bius yang menghubungi Serambi.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tengah, Syahrial Afri SH MM, ketika dihubungi mengatakan, musibah banjir bandang tersebut terjadi lantaran hujan deras yang mengguyur sebagian wilayah Aceh Tengah sepanjang sore kemarin.

Selain banjir, pada waktu yang bersamaan, juga terjadi musibah tanah longsor hingga menyebabkan ruas jalan alternatif TakengonMeulaboh, tepatnya di Kampung Genting Gerbang, Kecamatan Silih Nara, putus total karena tertimbun reruntuhan longsor. Longsor juga terjadi di Kampung Atu Gajah, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, hingga menutup ruas jalan Takengon menuju Arul Kumer Kecamatan Silih Nara.

Meski tidak ada korban jiwa dalam rangkaian kejadian bencana alam itu, namun salah seorang warga Kampung Atu Gajah, Kecamatan Bebesen, harus mendapat perawatan karena sempat terkena imbas tanah longsor.

“Untuk musibah banjir bandang di Uning Penggantungen, langsung kita berikan bantuan pascakejadian, dan juga telah dikerahkan alat berat untuk menyingkirkan tumpukan tanah longsor di jalan,” sebut Syahrial Afri yang tadi malam mengaku sedang berada di Kampung Burni Bius.(c35)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 21 Juni 2011

Warga Silih Nara Blokir Lintas Takengon-Nagan Raya

Mon, Apr 25th 2011, 09:06


Ratusan warga Kampung Semelit Mutiara dan Simpang Kemili Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah memblokir jalan dengan pohon kayu dan pohon pisang, Minggu (24/4). Pemblokiran ruas jalan Takengon - Nagan Raya itu sebagai protes terhadap pemerintah setempat yang tidak pernah memperbaiki kerusakan ruas jalan yang melintasi dua kampung di kawasan itu. SERAMBI/JALIMIN

TAKENGON - Ratusan warga dua kampung di Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah, Minggu (24/4) memblokir ruas jalan Takengon-Nagan Raya di Kampung Simpang Kemili hingga Kampung Semelit Mutiara, Kecamatan Silih Nara dengan pohon pisang dan kayu, sehingga tidak dapat dilalui kendaraan bermotor. Warga kecewa karena jalan tersebut tak kunjung diperbaiki oleh pemerintah.

Seorang warga Kampung Semelit Mutiara, Hamzah mengatakan, sudah sangat lama jalan sepanjang tiga kilometer di Kampung Simpang Kemili hingga Semelit Mutiara, Kecamatan Silih Nara, dibiarkan rusak dan tak pernah diperbaiki oleh Pemkab Aceh Tengah. Akibatnya, jalan pada dua kampung itu hancur-hancuran dan payah dilintasi kendaraan bermotor. Jalan yang hancur itu, kata Hamzah, bukan saja pada Kampung Semelit Mutiara dan Kampung Simpang Kemili, namun juga beberapa ruas jalan lain juga mengalami nasib yang sama.

Hamzah menambahkan, sudah berulang kali, perbaikan jalan diusulkan melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) pada kecamatan, namun tidak pernah muncul dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Tengah.

Sedangkan menurut Sugandi, seorang warga setempat mengatakan, pemblokiran jalan itu akan terus berlanjut sebelum adanya komitmen oleh dari Pemkab Aceh Tengah untuk membangun jalan sepanjang tiga kilometer tersebut. Bila tidak ada kepastian, maka masyarakat Kampung Semelit Mutiara dan Kampung Simpang Kemili Kecamatan Silih Nara tidak akan membuka pemblokiran jalan tersebut.

Pada hari pertama pemblokiran jalan tersebut, warga telah membangun dapur umum untuk memasak makanan di atas badan jalan, dan masyarakat dua kampung di Kecamatan silih Nara makan bersama di atas badan jalan yang diblokir itu. “Kami akan memblokir jalan ini, hingga pemerintah memberikan kepastian kapan ruas jalan kami diperbaiki,” ujar Sugandi.

Kadis PU Aceh Tengah, Drs Taufik MM yang hadir di lokasi pemblokiran jalan mengtakan, ruas jalan Kampung Angkup ke Kabupaten Nagan Raya adalah jalan Provinsi Aceh, sehingga menjadi tanggungjawab Pemerintah Aceh. Pemkab Aceh Tengah akan berusaha untuk mengusulkan proses rehab jalan Kampung Semelit Mutiara dan Kampung Simpang Kemili, ke Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh. “Kami akan berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh guna merehab kerusakan ruas jalan pada dua kampung tersebut, mudah-mudahan dalam waktu tiga hari akan diperoleh kepastiannya,” ujar Kadis PU Aceh Tengah itu. Warga yang memblokir jalan tersebut tidak yakin dengan janji yang dilontarkan oleh Kadis PU Aceh Tengah itu, sehingga sejumlah warga meminta perjanjian tersebut ditulis dan ditandatangani oleh Kadis PU itu.(min)

Sumber : Serambinews.com

Aceh Tengah Definitifkan 27 Kampung Persiapan

Tue, Apr 19th 2011, 09:09

TAKENGON - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah akan mendefinitifkan 27 kampung persiapan, kampung-kampung persiapan itu tersebar pada 12 kecamatan. Apalagi, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sudah menyetujui mendefinifkan sebanyak 27 kampung di dataran tinggi Gayo dengan Surat Persetujuan Nomor 141/7505 tgl 15 Maret 2011 tentang Persetujuan untuk mendefinifkan 27 kampung persiapan menjadi kampung definitif di daerah itu.

Anggota Komisi Hukum dan Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah, Bardan Sahidi, Senin (18/4) mengatakan, dokumen usulan kampung pemekaran telah ada sejak tahun 2003 silam, dan diteruskan ke Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat. “Proses pendifinifan 27 kampung akan ditetapkan melalui Qanun Kabupaten Aceh Tengah yang akan dibahas,” ujar Bardan Sahidi.

Katanya, Kecamatan Silih Nara memekarkan Kampung Arul Kumer menjadi tiga kampung masing-masing Arul Kumer Barat, Arul Kumer Timur dan Arul Kumer Selatan.

Pemekaran Kampung Gele Pulo (Kecamatan Bintang), Kampung One-One, Merah Mersah dan Kampung Toweren Musara (Kecamatan Lut Tawar), Kampung Bukit Sari, Bukit Kemuning dan Kampung Paya Dedep (Kecamatan Jagong Jeget), Kampung Pilar Wih Kiri Kampung Tanjong dan Kampung Jaya (Kecamatan Rusip Antara). Kampung Karang Bayur (Kecamatan Bies), Kampung Sukadamai (Kecamatan Pegasing) dan Kampung Kala Kemili Kecamatan Bebesen.

Selanjutnya, Kampung Damar Mulio dan Pantan Damar (Kecamatan Atu Lintang), Kampung Pantan Reduk dan Kampung Antara (Kecamatan Linge), Kampung Telege Sari Kecamatan Kebayakan, Kampung Depet Indah Kecamatan Celala. Sementara itu, Kecamatan Kute Panang memekarkan lima kampung yakni Kampung Tapak Moge Timur, Kampung Empu Balik, Kampung Belang Balik, Kampung Kala Nongkal dan Kampung Pantan Jerik.

Dikatakan Bardan Sahidi, Rancangan Qanun (Raqan) tentang pendefenitifan 27 kampung ini akan menjadi perioritas DPRK Aceh Tengah dengan memperhatikan kemampuan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan terkecil di tingkat kampung meliputi aparatur kampung, biaya operasional kampung, Alokasi Dana Kampung (ADK), penetapan tapal batas antar kampung serta pengalihan aset Kampung induk dengan kampung pemekaran. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan Penghapusan Kelularahan.(min)

Sumber : Serambinews.com

Warga Kampung Calo Minta Ganti Rugi Lahan

Terkena Proyek Gardu PLN
Sun, Apr 17th 2011, 09:32

TAKENGON - Warga Kampung Calo Blang Gele, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah, yang lahan kebun kopinya terkena proyek pembangunan Gardu Induk (GI) Pembangkit Listrik Tanaga Air (PLTA) Peusangan I dan II meminta kepada PT PLN Proyek Induk Pembangkit Jaringan (Pikitring) Sumatera Utara Riau dan Aceh (SUAR) agar membayar ganti rugi.

Selama ini, petugas PLN dan Pemkab Aceh Tengah hanya menjanjikan ganti rugi, namun, hingga pertengahan April 2011, para pemilik tanah belum menerima uang ganti rugi tersebut. Seorang pemilik tanah, Mahara, Sabtu (16/4) mengatakan, hingga mendekati pengerjaan proyek PLTA Peusangan I dan Peusangan II, belum ada kepastian proses pemberian ganti rugi tanah di kawasan tersebut.

Padahal, kata Mahara, tanaman kopi varietas Tim-tim yang ditanam pada tiga hektare lahan tersebut sudah berusia 10 tahun dan sedang puncak usia produktif. Dalam satu hektar luas lahan, katanya, terdapat 2.000 batang tanaman kopi yang sedang berbuah dan setiap batang dapat menghasilkan Rp 200.000 sekali panen.

Sebelumnya, pihak PLN bersama Pemkab Aceh Tengah pernah berjanji akan membayar ganti rugi tanah di kawasan tersebut sebesar Rp 157.000/meter persegi dan dipotong pajak sebesar Rp 7.000 sehingga pemilik tanah menerima bersih Rp 150.000/meter. Sedangkan setiap batang kopi dibayar Rp 200.000 untuk kelas A. Tanaman kopi kelas A adalah untuk tananam kopi dalam usia puncak produktif sehingga dibayar tinggi. “Kami tak berani lagi merawat kebun kopi, karena takut diambil oleh PT PLN untuk proyek gardu induk PLTA Peusangan,” ujar Mahara yang didampingi sejumlah pemilik tanah lainnya.

Untuk itu, sebut Mahara, PT PLN (Persero) sebagai Pemrakarsa Proyek PLT Peusangan sesuai dengan perjanjian awal, maka harus segera menuntaskan pembayaran ganti rugi, sehingga para pemilik kebun kopi dapat mencari lahan lain sebagai pengganti.

Seperti diketahui, PT PLN (Persero) sebagai Pemrakarsa Proyek PLTA Peusangan I dan II akan mendirikan bangunan Gardu Induk (GI) di tengah-tengah kebun kopi Kampung Calo Blang Gele. Dari GI Kampung Calo Blang Gele itu akan dibangun jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), guna memasok tenaga listrik ke jaringan Interkoneksi PT PLN Jaringan Sumatera Utara di Kota Bireuen. Jaringan SUTT dari Takengon melintasi Kabupaten Bener Meriah hingga ke Bireuen sepanjang 101 kilometer.(min)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 08 Juni 2011

Perusahaan Vietnam Jajaki Investasi di Aceh Tengah

Sat, Apr 9th 2011, 07:56

BANDA ACEH - Sebuah perusahaan swasta Vietnam, NIVL Join Stock Company, menjajaki rencana pembangunan pabrik gula di Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, Provinsi Aceh.”Pemkab Aceh Tengah menyambut baik keinginan investor itu karena kehadiran pabrik gula akan membuka peluang tertampungnya hasil perkebunan rakyat, sekaligus menampung angkatan kerja di daerah ini,” kata Kabag Humas Pemkab Aceh Tengah Windi Darsa, di Takengon, Jumat.

Keinginan perusahaan swasta Vietnam membangun pabrik gula itu terungkap dalam pertemuan dengan para pimpinan NIVL Join Stock Company dan Pemkab Aceh Tengah saat melakukan kunjungan ke Ho Chi Minh City belum lama ini. “Dalam kunjungan ke Vietnam, Bupati Aceh Tengah Nasaruddin didampingi Ketua Komisi B DPRK Aceh Tengah, Said Nosarios, Kadis Koperasi Industri Perdagangan dan ESDM Munzir, serta Dirut BUMD Tanoh Gayo Hasanuddin,” katanya.

Dari perusahaan swasta Vietnam hadir Presiden Direktur NIVL Join Stock Company Nanda Kumar, dan General Manager Mohan Kumar. Bupati Aceh Tengah Nasaruddin mengatakan kehadiran pabrik gula itu diharapkan memberi kesempatan kerja yang luas kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan.”Aceh Tengah kaya sumber daya alam, tidak baik kalau rakyatnya hidup dalam kemiskinan,” katanya.

Ketua Komisi B DPRK Aceh Tengah Said Nosarios mengharapkan kehadiran pabrik gula itu dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat di Aceh Tengah, khususnya petani di Ketol. “Saat ini terdapat sekitar delapan ribu hektare areal perkebunan tebu yang dikelola masyarakat di sejumlah kecamatan di Aceh Tengah. Tebu petani itu dijadikan sebagai produk gula merah,” katanya.(ant)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 07 Juni 2011

Kena Proyek PLTA, Tujuh Hektar Lahan kopi belum Dibebaskan

Thu, Apr 7th 2011, 09:18

TAKENGON-Seluas tujuh hektar lahan kebun kopi yang terkena proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan I dan II di Kampung Atu Tulu, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah belum dibebaskan dan belum dibayar biaya ganti rugi oleh pemrakarsa proyek tersebut, padahal, proyek PLTA Peusangan sedang memulai pengerjaan proyek raksasa itu.

Proyek PLTA Peusangan senilai Rp 2,5 triliun itu dikerjakan oleh perusahaan Hyundai Korea Selatan dengan PT Pembangunan Perumahan (PP) Jakarta yang akan memulai pekerjaannya pada awal April 2011. Seorang warga Kampung Atu Tulu, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, Maskur, Rabu (6/4) mengatakan, sebanyak tujuh hektar lahan kebun kopi yang akan didirikan mesin pembangkit dan jaringan listrik di Kampung Atu Tulu, Kecamatan Bebesen belum dibayar ganti rugi oleh PT PLN Pembangkit Induk Jaringan Sumatera Utara Aceh dan Riau (Pikitring SUAR). Padahal, Sekretaris Kabupaten Aceh Tengah, Drs H Khairul Asmara sudah pernah berjanji akan membayar ganti rugi tanah tersebut pada akhir Desember 2010, namun, hingga kini, realisasi pembayaran ganti rugi itu semakin tak jelas.

Awal tahun 2011, katanya, Pemkab Aceh Tengah sebagai perpanjangan tangan PT PLN Pikitring SUAR berjanji akan melunasi ganti rugi tanah di kawasan Kampung Atu Tulu pada akhir Januari 2011, namun janji itupun tidak pernah ditepati hingga sekarang. Dikatakan Maskur, sejak dijanjikan proses ganti rugi tanah oleh Pemkab Aceh Tengah beberapa tahun lalu, hingga April 2011, Pemkab Aceh Tengah dan PT PLN sebagai pemrakarsa selalu mengingkari janji-janjinya, bahkan, dua orang pemilik tanah yang terkena pembangunan PLTA Peusangan tersebut sudah meninggalkan dunia.

Akibat tidak jelasnya proses ganti rugi tanah tersebut, sebut Maskur, para pemilik tujuh hektar tanaman kopi tersebut tidak lagi merawat tanamannya dan membiarkan dalam semak belukar. “Saya tidak berani lagi merawat tanaman kopi tersebut, karena sebelumnya sudah dijanjikan oleh pemerintah untuk dibangun PLTA Peusangan,” ujar Maskur.

Sebelumnya, kata Maskur, telah ada kesepakatan harga antara pemilik tanah dengan PT PLN yakni Rp 150.000 per meter persegi tanah dan kesepakatan harga ganti-rugi tanah tersebut telah disepakati oleh semua pihak.

Namun, mereka masih menunggu pembayaran ganti rugi oleh perusahaan PT PLN Pikitring SUAR sebagai pemrakarsa proyek tersebut, mereka tidak berani menggarap kebun kopinya. “Kami meminta ganti rugi tanah di Kampung Atu Tulu segera dibayarkan, sehingga status kepemilikan tanah itu jelas,” ujar Maskur.

Pekan lalu, Manager PT PLN Pembangkit Jaringan Sumatera I, Ir Sulaiman Daud mengatakan, dari 254 hektar lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan PLTA Peusangan, seluas 43 hektar diantaranya belum dibebaskan dan belum dibayar uang ganti ruginya.(min)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 01 Juni 2011

YLI Tanami Lahan Kritis di Celala

Sat, Apr 2nd 2011, 09:24

TAKENGON - Yayasan Leuser International yang dibantu oleh New Zealand (YLI-NZAID) melakukan penanaman pohon (penghijauan) pada 32 hektare lahan kritis di Kecamatan Celala, Kabupaten Aceh Tengah. Penanaman pohon pada lahan kritis itu melibatkan empat kelompok tani hutan di kawasan tersebut, sementara penanaman dipusatkan pada lahan-lahan kritis yang dimiliki oleh penduduk setempat.

Project Leader YLI-NZAID, Dr Syahrul, kepada Serambi Jumat (1/4) mengatakan, penghijauan di Aceh Tengah dan Bener Meriah itu adalah bagian dari program perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Aceh. Khusus di Kecamatan Celala, sebanyak 32 hektare lahan kritis di daerah pergunungan dekat perkampungan penduduk ditanami berbagai jenis tanaman. Dua jenis tanaman yang ditanama masing-masing tanaman ekologi seperti Mahoni, Sengon dan Mindi, sementara tanaman bernilai ekonomi seperti durian, coklat dan alpokat.

Disamping dua jenis tanaman itu, sebut Syahrul, di sela-sela tanaman kayu tersebut juga ditanami tanaman tumpang sari seperti kacang-kacangan, cabe dan tomat. Menurut Syahrul, semua bibit tanaman penghijauan dan tanaman tumpang sari diberikan oleh YLI-NZAID dan dalam pelaksanaan di lapangan, para kelompok tani didampingi oleh tenaga teknis yang datang memberikan penyuluhan ke kepada kelompok tani dan diadakan pertemuan dengan kelompok tani secara rutin.

Selain memberikan bantuan bibit tanaman penghijauan, YLI-NZAID juga memberikan dana simpan pinjam dalam bentuk mikro kredit bagi beberapa kelompok ibu-ibu di kawasan itu. Program Agroforestry itu juga melibatkan 13 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Aceh Tengah serta camat setempat.

Dikatakan Syahrul, program perlindungan DAS di Provinsi Aceh meliputi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah yang akan melakukan penghijauan pada 450 hektar lahan kritis pada dua kabupaten itu yakni 250 hektar lahan kritis di Kabupaten Aceh Tengah dan 200 hektar lahan di Kabupaten Bener Meriah. Konsultan NZAID untuk Program Perlindungan DAS di Aceh, George Kuru juga membantau proses penghijauan pada dua daerah itu.(min)

Sumber : Serambinews.com